BREAKING NEWS

Kasus Penganiayaan Warga Geudong Alue Kembali Didamaikan Melalui Restorative Justice di Kejari Bireuen

BIREUEN- Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen kembali menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum yang berkeadilan humanis melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Kali ini, perkara tindak pidana penganiayaan yang melibatkan tersangka berinisial B, warga Desa Geudong Alue, Kecamatan Kota Juang, berhasil diselesaikan secara damai di Balai RJ Kejari Bireuen, Kamis (9/10/2025).

Proses perdamaian tersebut dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H., didampingi para Jaksa Fasilitator. Kegiatan turut dihadiri oleh pihak keluarga korban dan tersangka, perangkat gampong, serta penyidik.

Kajari Bireuen, Munawal Hadi, dalam kesempatan itu menyampaikan bahwa upaya perdamaian ini merupakan bentuk nyata pelaksanaan keadilan yang mengutamakan pemulihan keadaan sosial antara pelaku dan korban.

"Restorative Justice bukan berarti menghapus kesalahan, tetapi mengembalikan harmoni dan rasa keadilan di tengah masyarakat. Kami berharap, setelah perdamaian ini, tidak ada lagi dendam, dan hubungan sosial di Gampong Geudong Alue kembali rukun," ujar Kajari.

Perkara ini bermula pada 10 Juli 2025, ketika tersangka bersama anak saksi sedang memantau proses bajak sawah di Desa Geudong Alue. Perselisihan muncul saat korban RH melarang salah satu saksi membajak lahan tersebut, yang kemudian berujung pada perdebatan dan perkelahian di pinggir sawah. Dalam situasi emosi, tersangka sempat mengayunkan parang hingga mengenai bagian kepala korban.

Atas perbuatannya, tersangka sempat dijerat dengan Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, dengan ancaman pidana maksimal lima tahun penjara.

Namun, setelah dilakukan proses mediasi oleh pihak Kejaksaan, tersangka dan korban sepakat untuk berdamai, dengan komitmen bahwa tersangka tidak akan mengulangi perbuatannya dan menjaga hubungan baik dengan korban.
Kajari Bireuen menegaskan bahwa proses hukum tetap dijalankan sesuai prosedur, dan hasil perdamaian ini akan diteruskan ke Kejaksaan Tinggi Aceh untuk dilakukan ekspose bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), sebagai dasar pertimbangan dalam pengusulan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

"Kami sangat selektif dalam menerapkan RJ. Hanya perkara-perkara tertentu yang memenuhi unsur kemanusiaan dan kepentingan bersama masyarakat yang bisa diselesaikan dengan cara ini," tambah Munawal Hadi.

Melalui langkah ini, Kejari Bireuen terus berkomitmen menghadirkan hukum yang tidak hanya tegas, tetapi juga berhati nurani, sejalan dengan semangat penegakan hukum berkeadilan restoratif yang dicanangkan oleh Kejaksaan Republik Indonesia.(Rel)
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image