BREAKING NEWS

Tiga Kasus di Bireuen Selesai Lewat Restorative Justice, Kajari: “Hukum Harus Humanis dan Berkeadilan”


BIREUEN - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen kembali menunjukkan komitmennya terhadap penegakan hukum yang berkeadilan dan humanis. Pada Selasa (7/10/2025), lembaga ini melaksanakan ekspose permohonan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ) terhadap tiga perkara pidana.

Kegiatan tersebut dipimpin langsung oleh Kepala Kejari Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H., didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum), Firman Junaidi, S.E., S.H., M.H., bersama tim jaksa fasilitator. Ekspose dilakukan secara virtual bersama Direktur OHARDA Kejaksaan Agung RI, Nanang Ibrahim Saleh, serta perwakilan dari Kejaksaan Tinggi Aceh dan seluruh kepala kejaksaan negeri se-Aceh.

Kasus pertama melibatkan tersangka DM, yang memukul seorang warga setelah video usaha rental PlayStation miliknya diunggah ke TikTok. Kejadian ini berawal pada 31 Mei 2025 dan berujung pada pemukulan korban di sebuah warung kopi.

Meski peristiwa tersebut sempat memicu keresahan, kedua belah pihak akhirnya sepakat berdamai. Kasus ini dinilai layak untuk diselesaikan secara restoratif karena pelaku dan korban sudah saling memaafkan serta berjanji menjaga hubungan baik.

Kasus berikutnya menjerat S, warga yang membeli beberapa material bangunan tanpa mengetahui pasti asal-usul barang tersebut. Dari hasil penyidikan, tersangka patut menduga barang itu berasal dari tindak kejahatan, sehingga ia dijerat Pasal 480 KUHP.

Melalui proses mediasi, tersangka telah mengembalikan seluruh kerugian korban dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Kedua pihak sepakat menyelesaikan perkara dengan damai.

Perkara terakhir melibatkan MA, yang terlibat penganiayaan terhadap adik kandungnya sendiri di Kecamatan Samalanga. Perselisihan bermula dari perkelahian antara anak mereka. Dalam suasana emosi, tersangka sempat memukul korban. Namun kini keduanya telah berdamai dan bersepakat untuk menjaga hubungan kekeluargaan.

Kasi Pidum Kejari Bireuen, Firman Junaidi, menjelaskan bahwa ketiga perkara tersebut memenuhi syarat formil dan materil sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020. “Seluruh pihak telah sepakat berdamai tanpa tekanan. Pendekatan ini kami yakini lebih bermanfaat, tidak hanya bagi pelaku dan korban, tetapi juga bagi masyarakat sekitar,” ujarnya.

Sementara itu, Kajari Bireuen Munawal Hadi menegaskan bahwa pendekatan Restorative Justice merupakan wujud nyata penegakan hukum yang mengedepankan kemanusiaan. “Restorative Justice bukan berarti membebaskan pelaku begitu saja, tetapi menekankan pada pemulihan hubungan sosial dan tanggung jawab moral antar pihak,” tegasnya.

Dengan disetujuinya tiga perkara ini untuk penyelesaian berbasis keadilan restoratif, Kejari Bireuen kembali menegaskan komitmennya mendukung reformasi hukum yang berorientasi pada keadilan sosial.

Pendekatan Restorative Justice tidak hanya menjadi jalan damai, tetapi juga cermin dari transformasi hukum di Indonesia—dari yang retributif menjadi lebih humanis, empatik, dan berkeadilan. (Rel)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image