BREAKING NEWS

Antrean Panjang di Rumah Jamal

ACEH UTARA - Pagi itu, Sabtu, 20 Desember 2025, halaman sebuah rumah sederhana di Dusun Peut Sagoe, Desa Matang Seuke Pulot, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, mendadak ramai. Ratusan warga datang berbondong-bondong. 

Sebagian besar ibu-ibu, menggendong anak kecil atau menuntun balita. Mereka berdiri dalam antrean panjang, menunggu giliran menerima bantuan darurat pascabanjir bandang.

Rumah itu milik Jamaluddin Idris—akrab disapa Jamal—seorang jurnalis media daring. Sejak pagi, ia membagikan bantuan satu per satu: beras, minyak goreng, mi instan, telur ayam, sarden, roti, air mineral, pembalut wanita, hingga pampers. Semua bantuan itu merupakan donasi dari AKABRI 76 dan PUNTADEWA AKMIL 2006 Peduli Bencana.

"Saya tidak menyangka warga yang datang sebanyak ini," kata Jamal. Antrean mengular di depan rumahnya. Ia memilih membagikan bantuan secara langsung, memastikan setiap keluarga mendapatkan bagian secara adil dan terbuka.

Bantuan itu, kata Jamal, dititipkan kepadanya. Ia berinisiatif menyalurkannya kepada warga sekitar yang terdampak banjir bandang. "Terima kasih kepada AKABRI 76 dan PUNTADEWA AKMIL 2006 Peduli Bencana," ujarnya.

Ironisnya, Jamal bukan sekadar penyalur bantuan. Ia juga korban. Banjir bandang yang menerjang kawasan itu pada Kamis dini hari, 26 November 2025, sekitar pukul 00.25 WIB, menghantam rumahnya dengan ketinggian air mencapai 3,4 meter. Seluruh peralatan elektronik dan perlengkapan kerja jurnalistik rusak total. Kendaraan yang biasa ia gunakan untuk liputan sehari-hari tak terselamatkan.

Sejak peristiwa itu, Jamal praktis tak bisa beraktivitas. Ia menetap di desanya, bersama warga lain yang sama-sama kehilangan banyak hal. "Bantuan terbesar yang saya terima selama bencana ini datang dari AKABRI 76 dan PUNTADEWA AKMIL 2006. Ada juga bantuan pribadi dari Kapolres Lhokseumawe," katanya.

Dari pemerintah daerah, Jamal mengaku nyaris tak merasakan kehadiran. "Kalau dibilang ada, sangat sedikit dan tidak mencukupi. Tapi Alhamdulillah, saya punya relasi. Bisa menghubungi sana-sini. Dari organisasi profesi juga ada, meski terbatas," ujarnya.

Banjir bandang di Tanah Jambo Aye bukan sekadar merendam rumah. Di beberapa titik, arus deras menyeret bangunan hingga lenyap. Seorang balita dilaporkan meninggal dunia. Warga mengungsi ke berbagai lokasi darurat. Dua hari pertama menjadi masa paling gelap.

"Bayangkan, dua hari tidak ada makanan dan minuman," kata Jamal. Sebagian warga bertahan hidup dengan memakan kelapa dan menadah air hujan. "Lebih parah dari tsunami, karena lumpur yang tersisa sangat tebal dan sulit dibersihkan dari rumah-rumah warga."

Desa Matang Seuke Pulot berada tak jauh dari Bendungan Langkahan. Banjir bandang terjadi setelah beberapa anak sungai di sekitar bendungan itu jebol. Air meluncur cepat ke permukiman. Di desa-desa lain di Kecamatan Tanah Jambo Aye, dampaknya bahkan lebih parah, dengan korban jiwa yang lebih banyak.

Sehari sebelum banjir, listrik sudah padam. Pemadaman itu berlangsung hingga Senin, 22 Desember 2025. Hujan terus mengguyur. Trauma masih melekat di benak warga yang mulai kembali ke rumah mereka. Kekhawatiran akan banjir susulan menghantui setiap awan gelap yang menggantung di langit.

Di tengah situasi itu, rumah Jamal menjadi semacam pos kemanusiaan dadakan. Antrean bantuan di halamannya bukan sekadar deretan warga menunggu sembako, melainkan potret solidaritas yang tumbuh di tengah keterbatasan—ketika negara terasa jauh, dan uluran tangan datang dari sesama.
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image