APBK 2025: Dokumen Anggaran yang Mandek di Lemari, Rakyat Menanti Aksi Nyata Bukan Mie Gureng

BIREUEN- Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Bireuen Tahun 2025 tampaknya masih menjadi koleksi eksklusif di lemari kaca penguasa anggaran. Padahal, rakyat menanti bukti nyata kepemimpinan yang berpihak pada kepentingan publik, bukan sekadar janji yang tak kunjung ditepati. Rabu 30 Juli 2025.

Realitas hari ini berbicara lain. Di tengah tekanan ekonomi yang dirasakan hingga pelosok desa, program-program strategis yang telah dibahas dalam APBK murni 2024-2025 belum menunjukkan progres berarti. Sementara kalender anggaran terus berjalan, perencanaan APBK 2026 telah mulai dibicarakan, tetapi implementasi anggaran berjalan di tempat. Jangan sampai perencanaan hanya menjadi ajang bagi segelintir elite membahas pokok-pokok pikiran (pokir), sementara kebutuhan dasar masyarakat dikesampingkan.

Pertanyaannya sederhana namun krusial: di mana kerja nyata yang dijanjikan saat kampanye? Rakyat tidak menuntut lebih, cukup hadirkan perputaran ekonomi yang sehat, infrastruktur yang fungsional, dan pelayanan publik yang layak. Namun hingga akhir Juli 2025 ini, realisasi APBK masih minim-baik proyek penunjukan langsung maupun tender melalui ULP belum menunjukkan dampak yang dirasakan masyarakat.

Sejak pasangan Bupati-Wakil Bupati Bireuen, H. Mukhlis, ST dan Ir. H. Razuardi, MT, dilantik oleh Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf dalam rapat paripurna DPRK Bireuen pada 18 Februari 2025 lalu, belum terlihat gebrakan signifikan dalam pelaksanaan anggaran. Ironisnya, berbagai rencana strategis telah diketok palu dalam forum resmi DPRK, namun pelaksana teknis di SKPK tampak stagnan.

Jawaban klise seperti "efisiensi anggaran" terus digaungkan oleh para pejabat ketika ditanya soal lambatnya pembangunan. Namun publik mulai jenuh dengan retorika. Kegagalan mengeksekusi anggaran justru membuka ruang bagi spekulasi dan persepsi publik yang semakin negatif. Jangan sampai muncul asumsi liar bahwa proyek-proyek tertunda bukan karena kendala teknis, melainkan karena tarik-menarik kepentingan-siapa dapat apa, berapa persen untuk siapa.

Bahkan di sudut-sudut warung kopi, suara-suara ketidak percayaan kian lantang: "Harus setor dulu, baru proyek jalan." Jika benar, ini adalah indikasi penyakit birokrasi yang akut, dan pengkhianatan terhadap prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan profesional.

Kini, waktu tak lagi berpihak. Agustus segera tiba, dan jika tak segera ada langkah konkret, APBK 2025 akan tercatat sebagai dokumen formalitas belaka, tanpa makna substantif. Sudah saatnya eksekutif dan legislatif di Bireuen berhenti saling menyalahkan, dan mulai menggerakkan mesin pembangunan. Rakyat tak butuh mie goreng simbolik-mereka butuh kesejahteraan yang berkelanjutan.(MS)

Postingan Lama
Postingan Lebih Baru