Prosesi Adat Istiadat dalam Pesta Sunat Rasul dan Pernikahan Suku Alas

Kutacane - Pesta Sunat (Walimatul Khitan - pesta untuk anak laki-laki yang dikhitan) dan Nikah (Walimatul 'Urs atau - pesta pernikahan) merupakan sesuatu yang lazim ditemukan di Aceh, bahkan di seluruh Indonesia. 

Khitanan yang juga popular di Aceh dengan sebutan Sunat Rasul adalah tradisi yang dilakukan saat anak laki-laki menginjak umur 6-12 tahun. Khitanan dalam tradisi Islam di Aceh merupakan tanda bahwa anak laki-laki sudah menginjak usia akil baligh. 

Sementara Resepsi atau pesta pernikahan adalah suatu pesta yang diadakan setelah pasangan pengantin baru menuntaskan upacara pernikahan sesuai tuntunan agama. Dalam adat masyarakat Alas, tradisi pesta ini dikenal dengan istilah 'Pemamanen'. Ada juga yang menulis dengan sebutan 'Pemamanan'.

Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Tenggara, Dr. H. Thalib Akbar, MSc mengatakan, masyarakat menggelar Pesta Sunat dan Pesta Pernikahan sebagai rasa wujud syukur kepada Allah Sang pencipta, yang didalamnya terdapat adat peusijuek (menepung tawari) yang diiring dengan do'a dan kebaikan. 

"Keluarga yang anaknya akan dikhitan serta keluarga pengantin baru menyediakan kenduri (perjamuan makan) semampu mereka dengan mengundang sanak family, kerabat, dan orang-orang kampung setempat untuk meminta do'a restu dan keberkahan," ujar Thaleb Akbar di Kutacane, Jumat (18/11/2022).

"Tradisi ini, dalam suku masyarakat Alas Aceh Tenggara disebut 'Pemamanen'. Pemamanen ini berkaitan erat dengan paman, sehingga paman adalah orang orang paling bertanggung jawab dalam tradisi masyarakat Alas ini," ungkapnya.

Dalam tradisi ini, lanjut Ketua MAA Aceh Tenggara, pihak rombongan yang datang dari keluarga Paman juga membawa kenduri, uang, dan lain-lain yang bersifat hadiah baik sumbangan dalam bentuk hewan ternak maupun benda-benda berharga lainnya.

Disebutnya, ada beberapa ritual yang dijalankan dari tradisi Pemamanen ini, diantaranya si Anak yang akan disunat bersama orang tuanya dihiasi sedemikian rupa dengan baju adat Alas lalu diarak secara massal mengelilingi desa setempat menggunakan kuda oleh sanak keluarga dan orang-orang kampung setempat. 

"Juga menggelar pesta hajatan yang meriah dimana Paman si Anak yang akan disunat menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam tradisi masyarakat Alas. Hal serupa juga berlaku dalam tradisi Pesta pernikahan," ujarnya.

Istilah Pemamanen sendiri tidak lepas dari kata 'paman', yakni laki-laki dari garis ibu - baik Abang maupun Adik ibu si Anak yang akan disunat. Masyarakat Alas mempercayai paman sebagai penanggung jawab atas perhelatan pesta Sunat Rasul dan Pesta Pernikahan setiap keponakan mereka. 

Marwah setiap paman dipertaruhkan untuk kesuksesan pesta tersebut, sehingga Paman harus mempersiapkan tenaga dan materi jauh-jauh hari. Pesta pun digelar sesuai kemampuan mereka, bahkan pesta bisa berlangsung sampai berhari-hari. 

"Ada yang memotong lembu, dan lain sebagainya, sesuai kemampuan keluarga, terkhusus si Paman yang dalam masyarakat kita di Alas sebagai orang paling bertanggungjawab terhadap keponakannya. Tradisi ini sudah dilakukan secara turun temurun, dan masih terawat dengan baik sampai hari ini," sebut Thaleb Akbar.

Memberikan tunggangan kuda kepada anggota keluarga keponakan merupakan bagian dari tradisi Pemamanen ini. Paman lah yang mencari/menyewa kuda tunggangan untuk dipakai oleh keponakan sekeluarga. 

Selain memberikan tunggangan kuda, si paman juga bertanggung jawab atas segala yang diminta dari pihak ibu keponakannya dalam hal pesta khitanan. Ada ubi ada talas, ada bagi ada balas, begitulah kira-kira istilah dalam tradisi Alas," ucap Thalib Akbar. [Adv]
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru