Mensesneg Prasetyo Hadi Jelaskan Alasan Pemotongan Dana Transfer Daerah
0 menit baca
JAKARTA - Ketegangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah kembali mencuat. Setelah kabar pemotongan anggaran transfer ke daerah (TKD) beredar, sebanyak 18 gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) mendatangi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menyampaikan protes.
Langkah pemerintah pusat memangkas anggaran dinilai memberatkan beban fiskal daerah, terutama di tengah program-program prioritas yang sedang dijalankan oleh masing-masing provinsi.
Di tengah riuhnya protes para kepala daerah, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi akhirnya angkat bicara. Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak serta-merta mengurangi manfaat bagi masyarakat di daerah, melainkan merupakan penyesuaian pada pola transfer ke daerah yang kini dibagi menjadi dua skema besar.
"Ada dua skema, yakni transfer ke daerah secara langsung dan tidak langsung. Dan kemarin sudah diterima oleh Menteri Keuangan dan Mendagri. Kita sudah berikan pemahaman bersama," ujar Pras saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (10/10).
Menurutnya, transfer tidak langsung itu berupa program nasional yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun manfaatnya tetap dirasakan oleh seluruh masyarakat di daerah. Salah satu contohnya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Itu kan kalau dihitung dari budget di APBN, tahun depan sekitar Rp335 triliun. Nah, ini juga dinikmati oleh seluruh daerah," jelas Pras.
Namun, penjelasan pemerintah pusat itu tampaknya belum sepenuhnya meredakan kekecewaan di tingkat daerah. Dalam pertemuan di Kemenkeu pada Selasa (7/10), para gubernur menyampaikan keberatan mereka atas kebijakan tersebut, terutama terkait besaran potongan dan dampaknya terhadap anggaran pembangunan daerah.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem, misalnya, menyebut bahwa dana transfer ke daerahnya dipotong hingga 25 persen. Ia menilai kebijakan itu bisa menghambat sejumlah program strategis yang sudah direncanakan untuk masyarakat Aceh.
"Kami mengusulkan supaya tidak dipotong, karena itu beban semua di provinsi kami masing-masing," kata Mualem seusai bertemu dengan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta.
Selain Mualem, sejumlah kepala daerah lain seperti Bobby Nasution (Sumatera Utara) dan Sherly Tjoanda (Maluku Utara) juga menyuarakan keberatan yang sama. Mereka berharap pemerintah pusat bisa meninjau ulang kebijakan pemotongan TKD agar pelaksanaan pembangunan di daerah tidak terganggu.
Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap meyakinkan bahwa langkah ini dilakukan untuk menyeimbangkan beban anggaran negara, memperkuat efektivitas belanja publik, serta memastikan program-program nasional seperti Makan Bergizi Gratis, subsidi kesehatan, dan pendidikan dasar tetap berjalan optimal di seluruh wilayah Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat menanti apakah protes 18 gubernur ini akan berujung pada peninjauan ulang kebijakan, atau justru menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi fiskal antara pusat dan daerah dalam menghadapi tantangan ekonomi nasional tahun 2026. []