BREAKING NEWS

Jam Pidum Setujui Restorative Justice Kasus Penganiayaan Warga Geudong Alue

BIREUEN- Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen kembali menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum dengan mengedepankan nilai kemanusiaan dan keadilan. Melalui upaya penyelesaian perkara berbasis Restorative Justice (RJ), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jam Pidum) Kejaksaan Agung RI resmi menyetujui permohonan penghentian penuntutan terhadap perkara penganiayaan yang melibatkan tersangka B, warga Desa Geudong Alue, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen.

Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen Munawal Hadi, S.H., M.H., didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Firman Junaidi, S.E., S.H., M.H., serta tim jaksa fasilitator, memimpin pelaksanaan ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif di Kantor Kejari Bireuen, Selasa (28/10/2025).

Ekspose perkara tersebut digelar secara virtual bersama Direktur A pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Nanang Ibrahim Saleh, S.H., M.H., dan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Yudi Triadi, S.H., M.H.

Dalam kesempatan itu, Kejari Bireuen menyampaikan bahwa permohonan penghentian penuntutan dilakukan setelah memenuhi seluruh syarat dan pertimbangan hukum sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Kronologi Kejadian

Perkara ini bermula pada Kamis, 10 Juli 2025, di area persawahan Desa Geudong Alue. Saat itu, tersangka B bersama anak L sedang berada di sawah untuk memantau traktor yang sedang membajak. Tiba-tiba, korban RH datang dan melarang seorang saksi, Z, untuk melanjutkan aktivitas membajak sawah tersebut.

Larangan itu menimbulkan ketegangan antara pihak korban dan keluarga tersangka. Setelah terjadi perdebatan di warung kopi dekat lokasi, suasana memanas hingga berujung perkelahian antara anak tersangka dan korban. Melihat kejadian itu, tersangka B yang khawatir keselamatan anaknya langsung menghampiri dan tanpa disadari mengayunkan sebilah parang yang mengenai bagian kepala korban hingga terluka.

Atas perbuatannya, tersangka sempat dijerat Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.

Upaya Perdamaian

Namun dalam proses hukum yang berjalan, tersangka dan korban akhirnya sepakat berdamai secara kekeluargaan. Kedua belah pihak menyatakan penyesalan dan keinginan untuk menyelesaikan perkara secara damai tanpa dendam. Perdamaian tersebut difasilitasi langsung oleh pihak Kejari Bireuen dan dituangkan dalam surat kesepakatan damai.

Kajari Bireuen Munawal Hadi dalam keterangannya menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bentuk penerapan hukum yang humanis tanpa mengabaikan rasa keadilan bagi masyarakat.

"Restorative Justice bukan berarti pelaku bebas dari tanggung jawab, tetapi menempatkan penyelesaian perkara pada nilai-nilai kemanusiaan, memperbaiki hubungan sosial, dan mengembalikan harmoni di tengah masyarakat," ujarnya.

Dengan disetujuinya permohonan RJ oleh Jam Pidum, perkara penganiayaan tersebut resmi dihentikan penuntutannya. Kejari Bireuen berharap, penyelesaian secara damai ini menjadi contoh bagi masyarakat untuk mengedepankan dialog dan musyawarah dalam menyelesaikan persoalan hukum di lingkungan sekitar.(Rel)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image