Sapi Warga Aceh Timur Diduga Dimangsa Harimau di Perkebunan Sawit PT ABN

ACEH TIMUR – Warga Desa Peunaron Baru, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, kembali dibuat resah oleh kehadiran satwa liar. Seekor sapi betina milik Sadam Husen, 37 tahun, ditemukan mati dengan kondisi mengenaskan di lahan perkebunan sawit PT Agra Bumi Niaga (ABN), Sabtu (20/9/2025). Dugaan kuat, ternak itu menjadi korban serangan harimau.

Kabar tersebut pertama kali mencuat pada pagi hari sekitar pukul 08.30 WIB. Sadam menemukan sapinya sudah tak bernyawa. Ia segera melaporkan kejadian itu ke pihak kepolisian. Tak lama berselang, Kapolsek Serbajadi Polres Aceh Timur, AKP Sudirman, S.E., bersama tim segera turun tangan.

"Memperoleh informasi ada ternak warga yang mati akibat dimangsa harimau, kami berkoordinasi dengan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Aceh dan Forum Konservasi Leuser (FKL) untuk menuju ke lokasi," jelas AKP Sudirman.

Lokasi kejadian berada sekitar 10 kilometer dari permukiman penduduk. Medan yang ditempuh cukup sulit, melewati areal perkebunan sawit yang lebat. Sesampainya di lokasi, tim mendapati seekor sapi betina dewasa tergeletak. Tubuhnya penuh luka gigitan pada leher, cakar di bagian punggung, dan bekas rahang yang menguatkan dugaan adanya serangan harimau.

Suasana di lokasi membuat bulu kuduk berdiri. Seolah baru saja terjadi perburuan sunyi di antara pepohonan sawit. Bagi warga sekitar, peristiwa ini bukan sekadar kehilangan seekor ternak, tetapi juga sinyal bahwa predator besar masih berkeliaran di sekitar mereka.

Tim BKSDA kemudian memasang kamera trap di area tersebut. "Biasanya harimau akan kembali setelah membunuh mangsanya untuk memakannya," ungkap salah satu petugas. Kamera itu diharapkan dapat memastikan kehadiran harimau serta membantu memetakan pergerakannya.

Bagi warga Desa Peunaron Baru, ancaman ini bukanlah cerita baru. Kawasan tersebut memang berdekatan dengan bentang hutan Leuser yang menjadi habitat satwa liar, termasuk harimau Sumatera. Kehadiran perkebunan sawit di sekitar hutan kerap mempersempit ruang gerak satwa, sehingga konflik manusia-satwa pun tak terelakkan.

Kapolsek Serbajadi mengimbau masyarakat agar lebih waspada. "Kami himbau kepada warga yang memiliki hewan ternak, agar setelah dilepas pada siang hari segera dibawa pulang dan dikandangkan. Jangan ditinggal di kebun untuk menghindari kejadian serupa," katanya.

Imbauan itu bukan tanpa alasan. Setiap tahun, konflik antara manusia dengan satwa liar terus berulang di Aceh Timur, mulai dari serangan gajah pada tanaman hingga dugaan predator harimau yang memangsa ternak. Pola yang sama selalu berulang: kerugian ditanggung warga, sementara solusi jangka panjang sering kali berjalan lamban.

Bagi Sadam, kehilangan sapi bukan hanya soal kehilangan harta. Seekor sapi bagi petani pedesaan bisa jadi tabungan keluarga, modal pendidikan anak, atau sumber biaya darurat. Hilangnya ternak membuat kerugian ekonomi nyata yang tak selalu mudah diganti.

Di sisi lain, keberadaan harimau Sumatera justru menunjukkan bahwa hutan di kawasan tersebut masih menyimpan kehidupan liar. Namun jika ruang jelajah satwa semakin terhimpit, manusia akan semakin sering bersinggungan dengan predator alami ini.

Konflik semacam ini menegaskan betapa pentingnya keseimbangan antara konservasi satwa dan kebutuhan ekonomi masyarakat. Harimau yang lapar bukanlah sekadar ancaman, melainkan pertanda bahwa habitatnya tengah terdesak.

Kini, warga Peunaron Baru hanya bisa berharap agar aparat, pihak perusahaan, dan lembaga konservasi benar-benar memberi perhatian serius. Pemasangan kamera trap hanyalah langkah awal. Yang lebih penting adalah langkah nyata mencegah konflik berulang, sehingga manusia dan satwa bisa hidup berdampingan tanpa saling mengancam.
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru