Kajari Bireuen Kembali Lakukan Restorative Justice Pada Kasus Penganiayaan

BIREUEN- Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H., bersama Jaksa Fasilitator kembali memfasilitasi penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Kali ini, perkara tindak pidana penganiayaan dengan tersangka berinisial DM resmi dimediasi dan diusulkan untuk penghentian penuntutan ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum).

Proses perdamaian berlangsung di Kantor Kejaksaan Negeri Bireuen Rabu, 10 September 2025.

Mediasi tersebut dipimpin langsung oleh Kajari Bireuen, Munawal Hadi, serta dihadiri keluarga korban, tersangka, dan perangkat gampong setempat.

Kronologi Perkara

Kasus ini bermula pada Minggu, 1 Juni 2025, sekitar pukul 03.00 WIB. Saat itu, korban berinisial ADLI hendak menonton pertandingan sepak bola di warung kopi Siang Malam, Desa Bandar Bireuen, Kecamatan Kota Juang. Tiba-tiba, korban dihadang oleh tersangka yang menuding adanya rekaman video di toko miliknya. Perselisihan berlanjut hingga tersangka menyeret korban, memegang kerah bajunya, dan mendorong ke arah tokonya.

Ketegangan semakin memuncak ketika tersangka menekan korban hingga terjatuh, lalu mendorong dengan kedua tangannya sehingga jempol tangan kanan tersangka mengenai mata kiri korban. Akibatnya, korban mengalami luka berdarah pada bagian mata. Usai kejadian, korban melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Kota Juang.

Atas perbuatannya, tersangka DM disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman pidana paling lama 2 tahun 8 bulan penjara.

Upaya Damai

Melalui mediasi yang difasilitasi Kejari Bireuen, baik korban maupun tersangka sepakat untuk berdamai. Dalam kesepakatan tersebut, tersangka menyatakan penyesalan, meminta maaf, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Kajari Bireuen menegaskan, proses Restorative Justice ini merupakan implementasi instruksi Jaksa Agung agar penanganan perkara pidana sederhana yang dapat diselesaikan di luar pengadilan tidak berlarut-larut, sepanjang memenuhi syarat formil maupun materil.
"Prinsipnya, hukum tidak hanya bicara soal penghukuman, tetapi juga pemulihan keadilan bagi korban, pelaku, dan masyarakat. Kesepakatan damai ini akan kami teruskan ke Kejati Aceh untuk dilakukan ekspose bersama Jampidum," tegas Munawal Hadi.

Dengan adanya kesepakatan perdamaian ini, perkara penganiayaan tersebut akan menunggu persetujuan penghentian penuntutan secara resmi dari Kejaksaan Agung.(Rel)
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru