Cegah Leptospirosis, Dinas Kesehatan Lhokseumawe Perkuat Deteksi Dini dan Edukasi Masyarakat

Gambar Ilustrasi

LHOKSEUMAWE – Ancaman penyakit zoonosis seperti leptospirosis kini menjadi perhatian serius Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe. Meski belum ditemukan kasus positif di wilayah ini, langkah-langkah pencegahan dan deteksi dini terus digencarkan. Bekerja sama dengan Balai Karantina Kesehatan (BKK) dan berbagai mitra lintas sektor, Dinkes Lhokseumawe menunjukkan komitmennya dalam menjaga kesehatan masyarakat dari ancaman penyakit yang dapat ditularkan melalui air seni tikus ini.

"Leptospirosis adalah infeksi bakteri Leptospira interrogans yang ditularkan melalui kontak dengan air atau tanah terkontaminasi urin hewan pengerat seperti tikus. Saat ini memang belum menjadi program prioritas nasional, namun bukan berarti kami menyepelekan. Justru, langkah surveilans dan skrining mulai kita kuatkan," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, Safwaliza, S.Kek, MKM melalui Penanggung Jawab Program Penyakit Menular Langsung (PML) Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, Rachmadiany, SKM, M.Kes, pada Rabu, 7 Agustus 2025.

Langkah awal yang dilakukan adalah penguatan surveilans aktif dan survei seroepidemiologi di lapangan. Melalui kerja sama dengan Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Medan, Dinas Kesehatan Lhokseumawe bersama Dinkes Aceh, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Lhokseumawe, dan mitra lainnya, kini tengah menyusun peta risiko leptospirosis berbasis data lapangan.

"Kita sedang mengumpulkan data untuk identifikasi daerah berisiko. Setelahnya akan dilakukan skrining menggunakan RDT (Rapid Diagnostic Test) bagi pasien dengan gejala demam akut non-spesifik," tambah Rachmadiany.

Gejala leptospirosis kerap menyerupai demam berdarah dengue (DBD), mulai dari demam tinggi, nyeri otot, mata merah, hingga kelemahan umum. Hal ini membuat diagnosis klinis kerap membingungkan, sehingga pemeriksaan laboratorium menjadi penentu utama.

Skrining akan difokuskan pada pasien yang memiliki riwayat paparan dengan air banjir atau tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk—dua faktor utama yang menjadi pintu masuk bakteri Leptospira ke dalam tubuh manusia.

Di sisi lain, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Lhokseumawe juga turut mengambil peran penting. Saiful Bahri, SKM., M.Kes., perwakilan dari BKK, menyebutkan bahwa pengendalian vektor penyakit dilakukan secara rutin melalui pemasangan perangkap tikus di wilayah kerja KKP.

"Kami melakukan pemantauan dan penangkapan tikus setiap tiga bulan, termasuk di kawasan Pelabuhan Pusong. Perangkap ini tidak hanya untuk tikus, tetapi juga untuk mendeteksi pinjal atau kutu tikus yang bisa menjadi media penularan penyakit," jelas Saiful.

Dalam tiga tahun terakhir, Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe juga telah melaksanakan program pengendalian vektor dengan pendekatan ekologis. Salah satu contohnya adalah pemasangan perangkap tikus di daerah rawan genangan air, seperti Desa Tumpok Tengah, yang kini menjadi lokasi percontohan.

"Tujuannya untuk memutus rantai penularan bakteri leptospira. Tikus bukan hanya hama, tapi indikator buruknya sanitasi lingkungan," ungkap seorang petugas lapangan dari BLK Medan.

Tikus dibedah oleh tim ahli Dinkes Lhokseumawe untuk memeriksa virus. (Dok.Dinkes lsw)

Selain intervensi teknis, edukasi masyarakat juga menjadi kunci utama dalam upaya pencegahan leptospirosis. Dinas Kesehatan Lhokseumawe secara aktif mengimbau masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, dan menggunakan alat pelindung diri saat beraktivitas di area lembap atau terkena banjir.

"Penyakit ini bisa dicegah. Intinya adalah sinergi semua pihak—pemerintah, fasilitas layanan kesehatan, dan masyarakat dalam membangun sanitasi yang layak serta pola hidup bersih dan sehat," tegas Rachmadiany.

Dengan langkah kolaboratif dan preventif yang terus diperkuat, Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe berharap dapat menjaga wilayahnya tetap bebas dari wabah leptospirosis, terutama menjelang musim penghujan yang seringkali meningkatkan risiko penularan penyakit ini.

Tips Mencegah Leptospirosis:

1. Jaga Kebersihan Lingkungan:
Bersihkan rumah dan pekarangan secara rutin.
Hindari menumpuk sampah atau barang bekas yang bisa menjadi sarang tikus.

2. Tutup Rapat Makanan dan Minuman:
Simpan makanan dan bahan makanan di tempat tertutup agar tidak terkontaminasi oleh tikus atau hewan lainnya.

3. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD):
Kenakan sepatu bot, sarung tangan, atau pelindung lainnya saat bekerja di lingkungan lembap, got, sawah, atau daerah banjir.

4. Hindari Kontak Langsung dengan Air Banjir:
Jangan bermain atau berendam di genangan air banjir yang kemungkinan besar sudah tercemar.

5. Perbaiki Sistem Drainase Rumah dan Lingkungan:
Pastikan air tidak menggenang di sekitar rumah agar tidak menjadi tempat tikus dan bakteri berkembang biak.

6. Kendalikan Populasi Tikus:
Gunakan perangkap tikus atau racun tikus secara aman.
Tutup celah dan lubang di rumah yang memungkinkan tikus masuk.

7. Cuci Tangan dan Kaki Setelah Beraktivitas di Luar Rumah:
Gunakan sabun dan air bersih untuk mencegah masuknya bakteri ke tubuh melalui kulit atau luka kecil.

8. Segera Periksa ke Fasilitas Kesehatan Jika Demam Tak Kunjung Sembuh:
Apalagi jika disertai riwayat kontak dengan banjir, sawah, atau lingkungan kotor.
[Adv]
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru