Adv
Banda Aceh
Dinkes Lhokseumawe
Lhokseumawe
Waspadai Ancaman HIV/AIDS, Dinas Kesehatan Lhokseumawe Ajak Masyarakat Bergerak Bersama
Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, Safwaliza, S.Kep., M.K.M |
LHOKSEUMAWE - Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Kota Lhokseumawe menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Data Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe mencatat, sejak 2006 hingga 14 Mei 2025, terdapat sebanyak 96 kasus HIV yang tersebar di berbagai lapisan masyarakat, dengan dominasi pada kelompok usia dewasa dan mayoritas penderita berjenis kelamin laki-laki.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, Safwaliza, S.Kep, M.K.M, menyampaikan bahwa fenomena ini menjadi perhatian serius karena penyebab utamanya berkaitan erat dengan perilaku berisiko, seperti pergaulan bebas dan hubungan sesama jenis.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, Safwaliza, S.Kep, M.K.M, menyampaikan bahwa fenomena ini menjadi perhatian serius karena penyebab utamanya berkaitan erat dengan perilaku berisiko, seperti pergaulan bebas dan hubungan sesama jenis.
Dalam wawancara, ia menjelaskan bahwa pada tahun 2023 terdapat 12 kasus HIV, meningkat menjadi 17 kasus di tahun 2024, dan hingga pertengahan Mei 2025 sudah tercatat 12 kasus baru.
"Jika kita tidak bergerak cepat, kasus ini bisa terus bertambah. Pergaulan bebas dan hubungan sesama jenis menjadi pemicu utama di wilayah kita. Bahkan, beberapa kasus didapatkan dari hubungan sesama pria," ujar Safwaliza.
Lebih jauh, ia juga merinci bahwa jumlah kasus AIDS sejak 2006 mencapai 60 kasus. Khusus untuk tahun 2024 terdapat 10 kasus AIDS, sementara hingga Mei 2025 ini, sudah ada 3 kasus baru.
Menyikapi tren yang memprihatinkan ini, Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe terus menggencarkan berbagai upaya preventif dan kuratif. Salah satunya adalah dengan memberikan obat Antiretroviral (ARV) secara rutin kepada para penderita HIV dan AIDS, sebagai bagian dari program nasional yang diberikan gratis oleh pemerintah.
"ARV adalah terapi utama untuk menekan perkembangan virus HIV di dalam tubuh. Obat ini harus dikonsumsi rutin setiap hari agar sistem kekebalan tubuh penderita tetap terjaga," jelas Safwaliza.
Tidak hanya pengobatan, edukasi dan sosialisasi juga menjadi ujung tombak dalam memutus mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Lhokseumawe. Dinas Kesehatan menggandeng berbagai pihak untuk turun langsung ke lapangan, melakukan penyuluhan di sekolah-sekolah, komunitas, serta kelompok rentan lainnya.
"Kami menyasar pelajar dan kelompok remaja karena mereka adalah generasi yang sangat rentan terpengaruh oleh gaya hidup bebas. Maka dari itu, edukasi tentang kesehatan reproduksi dan bahaya HIV/AIDS sangat penting disampaikan sejak dini," tuturnya.
Selain edukasi, deteksi dini atau skrining HIV juga aktif dilakukan. Pemeriksaan ini bersifat sukarela dan rahasia, dan tersedia di sejumlah fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan rumah sakit yang telah ditunjuk. Dinkes juga membentuk jejaring layanan konseling dan tes HIV (VCT), untuk menjangkau masyarakat yang belum menyadari status kesehatannya.
"Semakin cepat seseorang mengetahui status HIV-nya, maka semakin cepat pula intervensi bisa dilakukan untuk menjaga kualitas hidupnya," tambah Safwaliza.
Ia menegaskan bahwa persoalan HIV bukan semata-mata tanggung jawab Dinas Kesehatan, tetapi merupakan isu kolektif yang harus dihadapi bersama oleh seluruh elemen masyarakat.
"Kami sangat berharap tokoh agama, pendidik, organisasi masyarakat, dan seluruh pihak bisa terlibat aktif. HIV ini bukan hanya persoalan medis, tapi persoalan sosial yang memerlukan pendekatan lintas sektor," ujarnya.
Dalam waktu dekat, Dinkes Lhokseumawe juga berencana memperkuat kampanye komunikasi perubahan perilaku (KPP) dengan menyasar kaum muda melalui platform digital, termasuk media sosial, webinar, dan konten edukatif kreatif. Pendekatan ini diharapkan dapat lebih efektif menjangkau generasi muda yang akrab dengan dunia digital.
Dengan kolaborasi semua pihak, Safwaliza optimistis bahwa penyebaran HIV di Lhokseumawe dapat ditekan dan kualitas hidup para penderita bisa meningkat.
"Mari kita putus mata rantai penularan HIV. Peran serta semua pihak sangat dibutuhkan untuk menjaga Lhokseumawe tetap sehat dan bebas dari stigma," pungkasnya. [Adv]
"Jika kita tidak bergerak cepat, kasus ini bisa terus bertambah. Pergaulan bebas dan hubungan sesama jenis menjadi pemicu utama di wilayah kita. Bahkan, beberapa kasus didapatkan dari hubungan sesama pria," ujar Safwaliza.
Lebih jauh, ia juga merinci bahwa jumlah kasus AIDS sejak 2006 mencapai 60 kasus. Khusus untuk tahun 2024 terdapat 10 kasus AIDS, sementara hingga Mei 2025 ini, sudah ada 3 kasus baru.
Menyikapi tren yang memprihatinkan ini, Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe terus menggencarkan berbagai upaya preventif dan kuratif. Salah satunya adalah dengan memberikan obat Antiretroviral (ARV) secara rutin kepada para penderita HIV dan AIDS, sebagai bagian dari program nasional yang diberikan gratis oleh pemerintah.
"ARV adalah terapi utama untuk menekan perkembangan virus HIV di dalam tubuh. Obat ini harus dikonsumsi rutin setiap hari agar sistem kekebalan tubuh penderita tetap terjaga," jelas Safwaliza.
Tidak hanya pengobatan, edukasi dan sosialisasi juga menjadi ujung tombak dalam memutus mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Lhokseumawe. Dinas Kesehatan menggandeng berbagai pihak untuk turun langsung ke lapangan, melakukan penyuluhan di sekolah-sekolah, komunitas, serta kelompok rentan lainnya.
"Kami menyasar pelajar dan kelompok remaja karena mereka adalah generasi yang sangat rentan terpengaruh oleh gaya hidup bebas. Maka dari itu, edukasi tentang kesehatan reproduksi dan bahaya HIV/AIDS sangat penting disampaikan sejak dini," tuturnya.
Selain edukasi, deteksi dini atau skrining HIV juga aktif dilakukan. Pemeriksaan ini bersifat sukarela dan rahasia, dan tersedia di sejumlah fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan rumah sakit yang telah ditunjuk. Dinkes juga membentuk jejaring layanan konseling dan tes HIV (VCT), untuk menjangkau masyarakat yang belum menyadari status kesehatannya.
"Semakin cepat seseorang mengetahui status HIV-nya, maka semakin cepat pula intervensi bisa dilakukan untuk menjaga kualitas hidupnya," tambah Safwaliza.
Ia menegaskan bahwa persoalan HIV bukan semata-mata tanggung jawab Dinas Kesehatan, tetapi merupakan isu kolektif yang harus dihadapi bersama oleh seluruh elemen masyarakat.
"Kami sangat berharap tokoh agama, pendidik, organisasi masyarakat, dan seluruh pihak bisa terlibat aktif. HIV ini bukan hanya persoalan medis, tapi persoalan sosial yang memerlukan pendekatan lintas sektor," ujarnya.
Dalam waktu dekat, Dinkes Lhokseumawe juga berencana memperkuat kampanye komunikasi perubahan perilaku (KPP) dengan menyasar kaum muda melalui platform digital, termasuk media sosial, webinar, dan konten edukatif kreatif. Pendekatan ini diharapkan dapat lebih efektif menjangkau generasi muda yang akrab dengan dunia digital.
Dengan kolaborasi semua pihak, Safwaliza optimistis bahwa penyebaran HIV di Lhokseumawe dapat ditekan dan kualitas hidup para penderita bisa meningkat.
"Mari kita putus mata rantai penularan HIV. Peran serta semua pihak sangat dibutuhkan untuk menjaga Lhokseumawe tetap sehat dan bebas dari stigma," pungkasnya. [Adv]
Ayo Tes HIV Secara Sukarela!
Pemeriksaan HIV kini bisa dilakukan di Puskesmas-puskesmas terdekat dengan tetap menjaga kerahasiaan. Tes ini penting untuk mengetahui status kesehatan Anda lebih awal. Cegah lebih baik daripada menyesal.
#HIVBukanAkhirSegalanya #AyoPeriksaDiri #LhokseumaweSehat #DinkesLhokseumawe
Pemeriksaan HIV kini bisa dilakukan di Puskesmas-puskesmas terdekat dengan tetap menjaga kerahasiaan. Tes ini penting untuk mengetahui status kesehatan Anda lebih awal. Cegah lebih baik daripada menyesal.
#HIVBukanAkhirSegalanya #AyoPeriksaDiri #LhokseumaweSehat #DinkesLhokseumawe
Via
Adv