Aceh Utara
Adv
Dinkes Acut
Dinas Kesehatan Aceh Utara: Dari Jamban Sehat Menuju Masa Depan Sehat
ACEH UTARA - Di balik label Desa ODF (Open Defecation Free) atau desa bebas buang air besar sembarangan, tersimpan makna yang lebih dalam daripada sekadar persoalan tempat membuang hajat. Status ODF adalah simbol perubahan perilaku, cerminan budaya hidup bersih, dan gambaran kesadaran kolektif akan pentingnya sanitasi dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Inilah semangat yang diusung oleh Dinas Kesehatan Aceh Utara melalui gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang terus digaungkan hingga ke pelosok desa.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Jalaluddin, SKM, M.Kes, menegaskan bahwa pencapaian ODF bukanlah garis finis, melainkan langkah awal menuju kualitas kesehatan masyarakat yang lebih baik. "Ketika sebuah desa dinyatakan ODF, itu berarti telah terjadi transformasi perilaku. Masyarakat tidak hanya membangun dan menggunakan jamban sehat, tapi juga mulai menjaga kebersihan lingkungan secara mandiri," jelasnya.
Buah dari kerja keras tersebut kini terasa nyata. Seluruh 852 desa di Aceh Utara telah berhasil menyandang status ODF, menjadikan kabupaten ini sebagai satu-satunya daerah di Provinsi Aceh yang 100 persen bebas buang air besar sembarangan. Atas capaian itu, Aceh Utara meraih penghargaan prestisius dari Pemerintah Aceh sebagai kabupaten pelopor sanitasi sehat.
Namun capaian ini tentu bukan hasil kerja sehari. Dibutuhkan perjalanan panjang yang melibatkan edukasi berkelanjutan, pendekatan persuasif dari petugas puskesmas, serta dukungan aktif dari tokoh masyarakat dan kader kesehatan. Program jambanisasi mandiri pun tumbuh subur berkat semangat gotong royong masyarakat, dengan bimbingan teknis dari tenaga kesehatan di lapangan.
Program STBM yang digagas oleh Kementerian Kesehatan RI memang mengedepankan lima pilar, dan pilar pertama—yaitu stop buang air besar sembarangan—menjadi fondasi utama. Tapi di Aceh Utara, Dinas Kesehatan tidak berhenti di situ. "Kami terus mendorong masyarakat untuk bergerak menuju pilar berikutnya: mencuci tangan dengan sabun, pengelolaan air minum dan makanan, serta pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga," kata Jalaluddin.
Dampaknya pun terasa nyata dalam kehidupan sehari-hari. Data Dinas Kesehatan Aceh Utara menunjukkan penurunan signifikan angka kejadian penyakit seperti diare, infeksi saluran cerna, hingga cacingan. Anak-anak menjadi lebih sehat dan jarang absen sekolah karena sakit, sementara kaum ibu secara sukarela menginisiasi penyuluhan sanitasi lingkungan.
"Kesadaran masyarakat meningkat pesat. Mereka tak lagi mengandalkan bantuan, melainkan berinisiatif menjaga lingkungan dan kebersihan rumah tangga," ujar Jalaluddin, yang juga mengapresiasi peran para sanitarian, bidan desa, dan kader posyandu sebagai garda terdepan pengawal perilaku hidup bersih dan sehat.
Dinas Kesehatan juga tidak tinggal diam setelah desa-desa meraih ODF. Edukasi dan pemantauan dilakukan secara rutin untuk mencegah kembalinya kebiasaan lama. "Mempertahankan ODF jauh lebih sulit daripada mencapainya. Kita harus waspada agar tidak terjadi regresi," tegas Jalaluddin.
Ke depan, Aceh Utara tidak hanya menargetkan seluruh desa menjadi ODF, tetapi juga mendorong mereka agar mencapai STBM lima pilar secara bertahap. Ini menjadi bagian dari upaya mewujudkan masyarakat yang sehat dari hulu ke hilir—dari perilaku individu hingga sistem sanitasi lingkungan.
Penghargaan yang diterima bukan sekadar bentuk pengakuan, tapi juga pemacu semangat untuk terus menumbuhkan budaya hidup bersih. Lebih dari itu, keberhasilan Aceh Utara diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk mengikuti jejak serupa, bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal sederhana.
Kini, Aceh Utara berdiri sebagai kabupaten percontohan dalam sanitasi berbasis masyarakat. Sebuah kabupaten yang membuktikan bahwa pembangunan kesehatan tidak selalu membutuhkan infrastruktur mewah—cukup dengan kesadaran kolektif, semangat gotong royong, dan kesungguhan dalam mengubah perilaku.
Dari jamban yang sehat, lahirlah masa depan yang lebih sehat pula. Sebuah pesan kuat dari desa-desa kecil di Aceh Utara, bahwa langkah sederhana seperti tidak buang air besar sembarangan bisa menjadi awal dari perubahan besar bagi kualitas hidup masyarakat. [Adv]
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Jalaluddin, SKM, M.Kes, menegaskan bahwa pencapaian ODF bukanlah garis finis, melainkan langkah awal menuju kualitas kesehatan masyarakat yang lebih baik. "Ketika sebuah desa dinyatakan ODF, itu berarti telah terjadi transformasi perilaku. Masyarakat tidak hanya membangun dan menggunakan jamban sehat, tapi juga mulai menjaga kebersihan lingkungan secara mandiri," jelasnya.
Buah dari kerja keras tersebut kini terasa nyata. Seluruh 852 desa di Aceh Utara telah berhasil menyandang status ODF, menjadikan kabupaten ini sebagai satu-satunya daerah di Provinsi Aceh yang 100 persen bebas buang air besar sembarangan. Atas capaian itu, Aceh Utara meraih penghargaan prestisius dari Pemerintah Aceh sebagai kabupaten pelopor sanitasi sehat.
Namun capaian ini tentu bukan hasil kerja sehari. Dibutuhkan perjalanan panjang yang melibatkan edukasi berkelanjutan, pendekatan persuasif dari petugas puskesmas, serta dukungan aktif dari tokoh masyarakat dan kader kesehatan. Program jambanisasi mandiri pun tumbuh subur berkat semangat gotong royong masyarakat, dengan bimbingan teknis dari tenaga kesehatan di lapangan.
Program STBM yang digagas oleh Kementerian Kesehatan RI memang mengedepankan lima pilar, dan pilar pertama—yaitu stop buang air besar sembarangan—menjadi fondasi utama. Tapi di Aceh Utara, Dinas Kesehatan tidak berhenti di situ. "Kami terus mendorong masyarakat untuk bergerak menuju pilar berikutnya: mencuci tangan dengan sabun, pengelolaan air minum dan makanan, serta pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga," kata Jalaluddin.
Dampaknya pun terasa nyata dalam kehidupan sehari-hari. Data Dinas Kesehatan Aceh Utara menunjukkan penurunan signifikan angka kejadian penyakit seperti diare, infeksi saluran cerna, hingga cacingan. Anak-anak menjadi lebih sehat dan jarang absen sekolah karena sakit, sementara kaum ibu secara sukarela menginisiasi penyuluhan sanitasi lingkungan.
"Kesadaran masyarakat meningkat pesat. Mereka tak lagi mengandalkan bantuan, melainkan berinisiatif menjaga lingkungan dan kebersihan rumah tangga," ujar Jalaluddin, yang juga mengapresiasi peran para sanitarian, bidan desa, dan kader posyandu sebagai garda terdepan pengawal perilaku hidup bersih dan sehat.
Dinas Kesehatan juga tidak tinggal diam setelah desa-desa meraih ODF. Edukasi dan pemantauan dilakukan secara rutin untuk mencegah kembalinya kebiasaan lama. "Mempertahankan ODF jauh lebih sulit daripada mencapainya. Kita harus waspada agar tidak terjadi regresi," tegas Jalaluddin.
Ke depan, Aceh Utara tidak hanya menargetkan seluruh desa menjadi ODF, tetapi juga mendorong mereka agar mencapai STBM lima pilar secara bertahap. Ini menjadi bagian dari upaya mewujudkan masyarakat yang sehat dari hulu ke hilir—dari perilaku individu hingga sistem sanitasi lingkungan.
Penghargaan yang diterima bukan sekadar bentuk pengakuan, tapi juga pemacu semangat untuk terus menumbuhkan budaya hidup bersih. Lebih dari itu, keberhasilan Aceh Utara diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk mengikuti jejak serupa, bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal sederhana.
Kini, Aceh Utara berdiri sebagai kabupaten percontohan dalam sanitasi berbasis masyarakat. Sebuah kabupaten yang membuktikan bahwa pembangunan kesehatan tidak selalu membutuhkan infrastruktur mewah—cukup dengan kesadaran kolektif, semangat gotong royong, dan kesungguhan dalam mengubah perilaku.
Dari jamban yang sehat, lahirlah masa depan yang lebih sehat pula. Sebuah pesan kuat dari desa-desa kecil di Aceh Utara, bahwa langkah sederhana seperti tidak buang air besar sembarangan bisa menjadi awal dari perubahan besar bagi kualitas hidup masyarakat. [Adv]
Via
Aceh Utara