SAPA Desak APH Usut Dugaan Bisnis Bermodus Seminar Guru Berbayar di Bireuen
BANDA ACEH- Ketua Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA), Fauzan Adami, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut secara menyeluruh kegiatan Seminar Nasional bertajuk "The Power of Teacher" yang diselenggarakan di Universitas Islam Aceh pada Sabtu, 31 Mei dan Minggu 1 Juni 2025.
Fauzan menilai bahwa seminar tersebut menyimpan sejumlah kejanggalan serius dan diduga kuat merupakan instrumen terselubung untuk meraup keuntungan pribadi melalui kemitraan dengan pihak ketiga. Ia mengingatkan bahwa praktik semacam ini bukan hanya mencederai integritas dunia pendidikan, tetapi juga berpotensi menjadikan guru sebagai komoditas dalam skema bisnis berkedok peningkatan mutu.
"Kegiatan ini harus diselidiki secara komprehensif. Terdapat indikasi kuat bahwa seminar tersebut tidak semata-mata dirancang untuk peningkatan kapasitas guru, melainkan menyerupai pola bimbingan teknis (bimtek) yang selama ini menyasar aparatur desa, dan kini menyasar kalangan pendidik. Label 'seminar nasional' hanya menjadi legitimasi semu untuk menarik kontribusi finansial dari peserta," ucap Ketua SAPA Fauzan kepada TheAtjehNet. Selasa (3/6/2025).
Fauzan juga menyoroti peran Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) Pendidikan Bireuen, yang menerbitkan surat resmi bernada imbauan kepada kepala sekolah dan guru jenjang SMA, SMK, dan SLB agar mengikuti seminar tersebut. Ia menyebut langkah tersebut bukan hanya tidak etis, melainkan berpotensi memperkuat dugaan keterlibatan struktural dalam praktik yang sarat komersialisasi.
"Sangat disayangkan, alih-alih melindungi guru dari kegiatan berbayar yang meragukan transparansinya, Kacabdin justru menerbitkan surat yang secara tidak langsung menjadi legitimasi administratif atas agenda yang bernuansa transaksional," tegasnya.
Menurut Fauzan, apabila tujuan utamanya adalah murni peningkatan mutu pendidikan, maka kegiatan serupa semestinya dapat difasilitasi langsung oleh Dinas Pendidikan tanpa keterlibatan pihak ketiga serta tanpa pembebanan biaya kepada guru.
"Logikanya sederhana: bila benar demi mutu, mengapa harus menggandeng pihak eksternal dan memungut biaya? Ini menandakan lemahnya peran koordinatif dan pengawasan dari Kacabdin. Maka, pencopotan dari jabatan merupakan konsekuensi yang layak dipertimbangkan," ujarnya lebih lanjut.
SAPA juga mengkritisi dugaan pungutan sebesar Rp250 ribu per peserta terhadap kurang lebih 800 guru yang hadir, sehingga total dana yang terkumpul mencapai sekitar Rp200 juta. Fauzan menilai angka ini tidak rasional dan mengindikasikan adanya orientasi bisnis dalam kemasan kegiatan pendidikan.
Lebih lanjut, SAPA mendesak agar aparat hukum menyelidiki seluruh aspek kegiatan tersebut-mulai dari proses perizinan, bentuk kerja sama, hingga alur dana yang terlibat. Kacabdin yang mengeluarkan surat imbauan juga diminta untuk diperiksa karena tidak tertutup kemungkinan terdapat unsur gratifikasi atau pungutan liar yang disamarkan.
"Guru tidak boleh menjadi objek eksploitasi oleh aktor-aktor yang menjadikan pendidikan sebagai pasar gelap keuntungan. Kasus ini harus dibuka secara transparan, dan siapa pun yang terlibat wajib mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan hukum dan publik," pungkas Fauzan.(MS)