Adv
Dinkes Acut
Mengenali Sakit dari Pekerjaan: Langkah Dinas Kesehatan Aceh Utara Lindungi Pekerja Lewat Pemantauan dan Edukasi
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, Jalaluddin, SKM., M.Kes., melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Puskesmas Kecamatan Matangkuli pada Rabu, 21 Mei 2025. |
ACEH UTARA - Di balik deru mesin dan peluh yang menetes di sudut-sudut pabrik, ada satu hal yang tak terlihat namun sangat menentukan produktivitas: kesehatan para pekerja. Menyadari pentingnya hal ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh Utara mengambil langkah nyata untuk memantau dan melindungi kesehatan para pekerja di wilayahnya, tidak hanya dengan pemeriksaan fisik, tetapi juga melalui pemetaan potensi penyakit akibat kerja (PAK) yang selama ini luput dari perhatian.
"Kami ingin membangun kesadaran, bahwa penyakit yang diderita pekerja bisa saja berasal dari aktivitas kerja sehari-hari. Selama ini, banyak yang sakit, tapi tidak tahu penyebabnya adalah pekerjaan mereka sendiri," ujar **Plt Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Jalaluddin, SKM, M.Kes**, saat ditemui di ruang kerjanya.
Langkah Dinkes tak sekadar retorika. Dalam satu kegiatan strategis, seluruh petugas dari 32 Puskesmas yang tersebar di Aceh Utara diminta membawa satu pekerja untuk mengikuti pelatihan dan penyuluhan. Tujuannya jelas: mengenali, memahami, dan mendeteksi penyakit akibat kerja sejak dini.
"Tenaga Puskesmas bersama pekerja itu kita latih langsung. Kita beri contoh nyata. Mereka belajar mengenali jenis penyakit akibat kerja dan bagaimana mencegahnya," kata Jalaluddin.
Salah satu langkah paling signifikan yang telah ditempuh adalah pembentukan 32 Pos UKK (Upaya Kesehatan Kerja) di seluruh Puskesmas. Pos ini menjadi titik sentral bagi edukasi, pendampingan, dan penyuluhan terhadap penyakit akibat kerja, yang terbukti seringkali tak terdeteksi karena minimnya informasi.
Setiap Puskesmas kini memiliki petugas khusus di bidang kesehatan kerja dan olahraga, yang aktif turun ke lapangan memberi penyuluhan kepada pekerja di sektor-sektor industri, pertanian, hingga jasa. Mereka menyampaikan informasi tentang bahaya fisik seperti bising dan getaran, hingga faktor psikososial seperti stres dan tekanan kerja.
"Pendekatan kami berbasis lapangan. Karena faktanya, penyakit akibat kerja bisa muncul tanpa disadari, dan kami ingin menekan angka ini secara preventif," tegas Jalaluddin.
Diagnosis Berlapis, Perlindungan Menyeluruh
PAK tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurut panduan Konsensus Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja di Indonesia, ada tujuh langkah diagnosis okupasi yang harus dilakukan untuk menyimpulkan apakah sebuah penyakit memang disebabkan oleh pekerjaan. Mulai dari identifikasi klinis, eksposur di tempat kerja, hingga faktor individu dan lingkungan lain.
Penyebabnya pun kompleks: dari fisik (suhu ekstrem, bising), kimia (zat beracun), biologi (virus dan bakteri), ergonomik (postur kerja buruk), hingga psikososial (monoton, tekanan kerja). Untuk diagnosis lebih lanjut, Dinas juga telah berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan rujukan seperti rumah sakit dan dokter spesialis okupasi.
Menuju Tenaga Kerja yang Lebih Sehat
Tujuan akhir dari semua langkah ini bukan hanya pengobatan, tapi pencegahan jangka panjang. Jalaluddin menargetkan agar pekerja bisa mengenali sendiri tanda-tanda penyakit akibat kerja, bahkan sebelum mereka sampai ke Puskesmas.
"Kalau bisa dikenali dini oleh pekerjanya sendiri, maka angka kunjungan ke Puskesmas akan menurun, dan kualitas hidup mereka tentu meningkat," jelasnya.
Program ini adalah bagian dari komitmen Dinkes Aceh Utara dalam mewujudkan pekerja sehat, produktif, dan terlindungi. Dalam dunia kerja yang semakin dinamis, langkah-langkah semacam ini menjadi sangat relevan dan layak diapresiasi.
Dengan terus memperluas jangkauan edukasi dan memperkuat Pos UKK, Dinas Kesehatan Aceh Utara membuktikan bahwa perhatian terhadap kesehatan pekerja bukan hanya tugas perusahaan, tapi juga tanggung jawab bersama.
"Kesehatan kerja bukan soal mengobati, tapi bagaimana kita mencegah dan menjaga mereka yang menjadi tulang punggung pembangunan daerah," imbuh Jalaluddin.
Edukasi Berbasis Komunitas, Menyentuh Langsung ke Lapisan Terbawah
Upaya kesehatan kerja yang digagas Dinas Kesehatan Aceh Utara tak hanya berhenti di lingkup fasilitas layanan. Jalaluddin menjelaskan bahwa pendekatan edukasi berbasis komunitas menjadi salah satu strategi penting. Melalui Pos UKK, para petugas Puskesmas secara aktif mendatangi kelompok-kelompok kerja seperti petani, nelayan, buruh industri rumah tangga, hingga sopir angkutan untuk memberikan penyuluhan langsung.
"Banyak pekerja di sektor informal tidak sadar bahwa kebiasaan kerja mereka bisa berdampak buruk dalam jangka panjang. Misalnya, posisi tubuh saat bekerja, paparan bahan kimia tanpa pelindung, atau jam kerja yang terlalu panjang," katanya.
Dukungan Stakeholder Jadi Kunci Keberhasilan
Jalaluddin menyebutkan bahwa keberhasilan program ini tidak bisa berdiri sendiri. Dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk perusahaan, lembaga pemerintah, dan tokoh masyarakat. Beberapa perusahaan di wilayah Aceh Utara telah mulai menunjukkan kepedulian dengan membuka ruang kolaborasi untuk pemeriksaan kesehatan rutin dan penyuluhan bersama tim Dinas Kesehatan.
"Kalau semua pihak kompak, maka kita bisa membangun budaya sadar kesehatan kerja. Tidak cukup hanya dengan satu pihak saja," ujarnya.
Penyakit Tak Terlihat, Dampak Sangat Nyata
Salah satu tantangan dalam penanganan penyakit akibat kerja adalah sifatnya yang tidak langsung terlihat. Gejala-gejala seperti nyeri punggung, gangguan pendengaran, iritasi kulit, hingga stres kronis sering diabaikan oleh pekerja karena dianggap bagian biasa dari rutinitas. Padahal, jika tidak ditangani dengan baik, hal ini bisa menurunkan produktivitas dan kualitas hidup secara signifikan.
"Kalau dibiarkan, pekerja bisa menderita penyakit kronis yang seharusnya bisa dicegah sejak awal. Itulah kenapa edukasi itu penting," terang Jalaluddin.
Menuju Sistem Pelaporan PAK yang Terintegrasi
Ke depan, Dinas Kesehatan Aceh Utara berencana mengembangkan sistem pelaporan penyakit akibat kerja yang lebih terintegrasi. Setiap Puskesmas akan diminta untuk rutin melaporkan kasus-kasus PAK, sehingga data bisa dijadikan acuan untuk kebijakan dan intervensi yang lebih tepat sasaran.
"Kami ingin tahu sebaran penyakit berdasarkan sektor pekerjaan. Dengan begitu, langkah pencegahan bisa disesuaikan dengan karakteristik wilayah dan jenis pekerjaan," jelasnya.
Program kesehatan kerja yang dijalankan Dinkes Aceh Utara merupakan bagian dari visi jangka panjang dalam membangun generasi pekerja yang sehat, sadar risiko, dan mampu menjaga kesehatannya secara mandiri. Dengan sinergi yang terus dibangun antara tenaga medis, masyarakat, dan pelaku usaha, Aceh Utara diharapkan dapat menjadi contoh daerah yang maju dalam perlindungan kesehatan tenaga kerja.
"Ini adalah investasi jangka panjang. Sehatnya para pekerja hari ini akan menentukan seberapa kuat pondasi ekonomi daerah kita di masa depan," pungkas Jalaluddin. [Adv]
"Kami ingin membangun kesadaran, bahwa penyakit yang diderita pekerja bisa saja berasal dari aktivitas kerja sehari-hari. Selama ini, banyak yang sakit, tapi tidak tahu penyebabnya adalah pekerjaan mereka sendiri," ujar **Plt Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Jalaluddin, SKM, M.Kes**, saat ditemui di ruang kerjanya.
Langkah Dinkes tak sekadar retorika. Dalam satu kegiatan strategis, seluruh petugas dari 32 Puskesmas yang tersebar di Aceh Utara diminta membawa satu pekerja untuk mengikuti pelatihan dan penyuluhan. Tujuannya jelas: mengenali, memahami, dan mendeteksi penyakit akibat kerja sejak dini.
"Tenaga Puskesmas bersama pekerja itu kita latih langsung. Kita beri contoh nyata. Mereka belajar mengenali jenis penyakit akibat kerja dan bagaimana mencegahnya," kata Jalaluddin.
Salah satu langkah paling signifikan yang telah ditempuh adalah pembentukan 32 Pos UKK (Upaya Kesehatan Kerja) di seluruh Puskesmas. Pos ini menjadi titik sentral bagi edukasi, pendampingan, dan penyuluhan terhadap penyakit akibat kerja, yang terbukti seringkali tak terdeteksi karena minimnya informasi.
Setiap Puskesmas kini memiliki petugas khusus di bidang kesehatan kerja dan olahraga, yang aktif turun ke lapangan memberi penyuluhan kepada pekerja di sektor-sektor industri, pertanian, hingga jasa. Mereka menyampaikan informasi tentang bahaya fisik seperti bising dan getaran, hingga faktor psikososial seperti stres dan tekanan kerja.
"Pendekatan kami berbasis lapangan. Karena faktanya, penyakit akibat kerja bisa muncul tanpa disadari, dan kami ingin menekan angka ini secara preventif," tegas Jalaluddin.
Diagnosis Berlapis, Perlindungan Menyeluruh
PAK tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurut panduan Konsensus Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja di Indonesia, ada tujuh langkah diagnosis okupasi yang harus dilakukan untuk menyimpulkan apakah sebuah penyakit memang disebabkan oleh pekerjaan. Mulai dari identifikasi klinis, eksposur di tempat kerja, hingga faktor individu dan lingkungan lain.
Penyebabnya pun kompleks: dari fisik (suhu ekstrem, bising), kimia (zat beracun), biologi (virus dan bakteri), ergonomik (postur kerja buruk), hingga psikososial (monoton, tekanan kerja). Untuk diagnosis lebih lanjut, Dinas juga telah berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan rujukan seperti rumah sakit dan dokter spesialis okupasi.
Menuju Tenaga Kerja yang Lebih Sehat
Tujuan akhir dari semua langkah ini bukan hanya pengobatan, tapi pencegahan jangka panjang. Jalaluddin menargetkan agar pekerja bisa mengenali sendiri tanda-tanda penyakit akibat kerja, bahkan sebelum mereka sampai ke Puskesmas.
"Kalau bisa dikenali dini oleh pekerjanya sendiri, maka angka kunjungan ke Puskesmas akan menurun, dan kualitas hidup mereka tentu meningkat," jelasnya.
Program ini adalah bagian dari komitmen Dinkes Aceh Utara dalam mewujudkan pekerja sehat, produktif, dan terlindungi. Dalam dunia kerja yang semakin dinamis, langkah-langkah semacam ini menjadi sangat relevan dan layak diapresiasi.
Dengan terus memperluas jangkauan edukasi dan memperkuat Pos UKK, Dinas Kesehatan Aceh Utara membuktikan bahwa perhatian terhadap kesehatan pekerja bukan hanya tugas perusahaan, tapi juga tanggung jawab bersama.
"Kesehatan kerja bukan soal mengobati, tapi bagaimana kita mencegah dan menjaga mereka yang menjadi tulang punggung pembangunan daerah," imbuh Jalaluddin.
Edukasi Berbasis Komunitas, Menyentuh Langsung ke Lapisan Terbawah
Upaya kesehatan kerja yang digagas Dinas Kesehatan Aceh Utara tak hanya berhenti di lingkup fasilitas layanan. Jalaluddin menjelaskan bahwa pendekatan edukasi berbasis komunitas menjadi salah satu strategi penting. Melalui Pos UKK, para petugas Puskesmas secara aktif mendatangi kelompok-kelompok kerja seperti petani, nelayan, buruh industri rumah tangga, hingga sopir angkutan untuk memberikan penyuluhan langsung.
"Banyak pekerja di sektor informal tidak sadar bahwa kebiasaan kerja mereka bisa berdampak buruk dalam jangka panjang. Misalnya, posisi tubuh saat bekerja, paparan bahan kimia tanpa pelindung, atau jam kerja yang terlalu panjang," katanya.
Dukungan Stakeholder Jadi Kunci Keberhasilan
Jalaluddin menyebutkan bahwa keberhasilan program ini tidak bisa berdiri sendiri. Dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk perusahaan, lembaga pemerintah, dan tokoh masyarakat. Beberapa perusahaan di wilayah Aceh Utara telah mulai menunjukkan kepedulian dengan membuka ruang kolaborasi untuk pemeriksaan kesehatan rutin dan penyuluhan bersama tim Dinas Kesehatan.
"Kalau semua pihak kompak, maka kita bisa membangun budaya sadar kesehatan kerja. Tidak cukup hanya dengan satu pihak saja," ujarnya.
Penyakit Tak Terlihat, Dampak Sangat Nyata
Salah satu tantangan dalam penanganan penyakit akibat kerja adalah sifatnya yang tidak langsung terlihat. Gejala-gejala seperti nyeri punggung, gangguan pendengaran, iritasi kulit, hingga stres kronis sering diabaikan oleh pekerja karena dianggap bagian biasa dari rutinitas. Padahal, jika tidak ditangani dengan baik, hal ini bisa menurunkan produktivitas dan kualitas hidup secara signifikan.
"Kalau dibiarkan, pekerja bisa menderita penyakit kronis yang seharusnya bisa dicegah sejak awal. Itulah kenapa edukasi itu penting," terang Jalaluddin.
Menuju Sistem Pelaporan PAK yang Terintegrasi
Ke depan, Dinas Kesehatan Aceh Utara berencana mengembangkan sistem pelaporan penyakit akibat kerja yang lebih terintegrasi. Setiap Puskesmas akan diminta untuk rutin melaporkan kasus-kasus PAK, sehingga data bisa dijadikan acuan untuk kebijakan dan intervensi yang lebih tepat sasaran.
"Kami ingin tahu sebaran penyakit berdasarkan sektor pekerjaan. Dengan begitu, langkah pencegahan bisa disesuaikan dengan karakteristik wilayah dan jenis pekerjaan," jelasnya.
Program kesehatan kerja yang dijalankan Dinkes Aceh Utara merupakan bagian dari visi jangka panjang dalam membangun generasi pekerja yang sehat, sadar risiko, dan mampu menjaga kesehatannya secara mandiri. Dengan sinergi yang terus dibangun antara tenaga medis, masyarakat, dan pelaku usaha, Aceh Utara diharapkan dapat menjadi contoh daerah yang maju dalam perlindungan kesehatan tenaga kerja.
"Ini adalah investasi jangka panjang. Sehatnya para pekerja hari ini akan menentukan seberapa kuat pondasi ekonomi daerah kita di masa depan," pungkas Jalaluddin. [Adv]
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, Jalaluddin, SKM., M.Kes., melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Puskesmas Kecamatan Matangkuli pada Rabu, 21 Mei 2025.
Via
Adv