JASA Batee Iliek Kecam Pemerintah Pusat: Dugaan Perampasan Empat Pulau di Aceh Ancam Stabilitas Nasional

BIREUEN- Ketegangan politik dan sosial kembali mencuat di Aceh menyusul dugaan pengalihan secara sepihak empat pulau yang secara historis dan administratif merupakan bagian dari wilayah Aceh ke Provinsi Sumatera Utara. Tindakan ini dinilai sebagai bentuk agresi administratif dan pelecehan terang-terangan terhadap integritas teritorial Aceh pasca-perjanjian damai MoU Helsinki 2005.

Tgk Mauliadi, Ketua Jaringan Aneuk Syuhada Aceh (JASA) Wilayah Batee Iliek, mengecam keras langkah pemerintah pusat yang dianggap telah mencederai semangat rekonsiliasi nasional serta mempermainkan kehormatan rakyat Aceh.

"Jika sejengkal tanah Aceh dirampas, kami tidak akan tinggal diam. Ini bukan sekadar soal wilayah, tetapi persoalan harga diri dan martabat sejarah bangsa Aceh. Kami siap menyikapi ini sebagai bentuk deklarasi konflik terbuka apabila pemerintah pusat terus bertindak semena-mena," tegas Tgk Mauliadi dalam pernyataannya.

Menurutnya, keempat pulau yang disengketakan tersebut memiliki nilai simbolik dan historis yang sangat tinggi, sebagai warisan dari para raja, syuhada, dan tokoh adat Aceh. Proses pemindahan administrasi wilayah ini tanpa konsultasi publik maupun persetujuan politik Aceh dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap prinsip-prinsip otonomi khusus dan keadilan teritorial.
Tesk Foto: Ketua JASA Batee Iliek. Tgk Mauliadi, saat beri keterangan Pers kepada TheAtjehNet. Jumat 6 Juni 2025.

Tgk Mauliadi menilai bahwa tindakan pemerintah pusat bukan hanya cacat prosedural, tetapi juga memperlihatkan kecenderungan sentralistik yang mengabaikan kesepakatan damai dan semangat demokrasi pasca-konflik.

"Kami telah lama menahan diri demi menjaga stabilitas dan perdamaian nasional. Namun, jika pemerintah pusat terus memperlakukan Aceh sebagai objek kekuasaan belaka, maka jangan salahkan jika gelombang resistensi rakyat Aceh kembali bangkit," ujarnya.

Ia juga memperingatkan bahwa kebijakan yang tidak transparan dan bernuansa devide et impera ini berpotensi menciptakan konflik horizontal antara masyarakat Aceh dan Sumatera Utara, yang seharusnya menjadi mitra dalam membangun kawasan barat Indonesia.

 "Alih-alih memperkuat persatuan nasional, tindakan seperti ini justru merusak tenun kebangsaan yang selama ini dibangun dengan susah payah. Jika pemerintah pusat masih memiliki akal sehat dan itikad baik, maka langkah pertama yang harus diambil adalah membatalkan keputusan tersebut dan memulihkan kembali kedaulatan Aceh atas wilayahnya," lanjut Tgk Mauliadi.

Ia menekankan bahwa JASA tidak anti terhadap pembangunan nasional. Namun, jika pembangunan dilakukan dengan mengorbankan hak-hak konstitusional dan historis masyarakat Aceh, maka pihaknya siap melakukan perlawanan dengan segala daya dan sumber daya yang dimiliki.

 "Kami bukan pihak yang anti-republik. Tetapi kami juga bukan bangsa yang rela diinjak-injak. Pemerintah pusat harus memahami bahwa perdamaian bukan hasil belas kasih Jakarta, melainkan buah dari perundingan politik yang saling mengikat. Jika Aceh dihianati, maka stabilitas nasional pun ikut dipertaruhkan," pungkasnya.(MS)
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru