Dari Edukasi ke Aksi, STBM Bangkitkan Kesadaran Sanitasi Masyarakat Aceh Utara

Perubahan Perilaku Dimulai dari Edukasi Berbasis Lokal


UPTD Puskesmas Sawang melakukan sosialisasi STBM 
 
ACEH UTARA – Di banyak pelosok Aceh Utara, perubahan besar tidak selalu dimulai dari pembangunan fisik yang mencolok. Sebaliknya, transformasi nyata justru lahir dari hal-hal sederhana: edukasi yang membumi, kepedulian terhadap lingkungan, dan tekad untuk hidup sehat. Itulah semangat yang diusung oleh program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yang kini menjadi ujung tombak peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perubahan perilaku yang berkelanjutan.

STBM hadir bukan sekadar sebagai program kesehatan. Ia merupakan gerakan sosial yang mengajak masyarakat membangun kesadaran dari dalam. Dengan lima pilar utama—stop buang air besar sembarangan (BABS), cuci tangan pakai sabun (CTPS), pengelolaan air minum dan makanan yang aman, pengelolaan sampah rumah tangga, serta pengelolaan limbah cair rumah tangga—STBM dirancang untuk menjangkau hingga ke akar budaya dan kebiasaan lokal.

Plt. Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Jalaluddin, SKM, M.Kes., mengungkapkan bahwa kunci keberhasilan STBM terletak pada pendekatan edukasi yang relevan dan partisipatif. “Kami memulai dari edukasi yang disesuaikan dengan konteks lokal. Tidak bisa memaksakan teori tanpa menyentuh cara pikir dan nilai yang hidup di masyarakat. Kami ajak tokoh gampong, kader posyandu, hingga remaja desa untuk ikut menjadi agen perubahan,” ujar Jalaluddin.

Menurutnya, perubahan perilaku tidak bisa terjadi secara instan. Butuh proses, pendekatan, dan terutama rasa memiliki dari masyarakat. Di beberapa desa intervensi, hasilnya mulai tampak. Warga mulai terbiasa mencuci tangan pakai sabun, membuang sampah pada tempatnya, hingga membangun jamban sehat secara swadaya.

Dalam praktiknya, Dinas Kesehatan Aceh Utara menggandeng berbagai pihak: lintas sektor pemerintahan, hingga tokoh agama, untuk memastikan pesan STBM tidak hanya terdengar, tapi juga dipahami dan dipraktikkan. Kegiatan pelatihan kader, pemicuan komunitas, hingga lomba kebersihan antar gampong menjadi bagian dari strategi kreatif yang terus digulirkan.

Setelah proses edukasi STBM dilakukan secara konsisten, warga mulai berinisiatif membangun jamban keluarga dan memperbaiki saluran limbah rumah tangga.

Sementara itu, salah satu ibu rumah tangga, Nuraini (35), mengaku awalnya tidak tahu pentingnya mencuci tangan pakai sabun. “Dulu ya biasa saja, kalau makan langsung ambil nasi. Tapi sekarang, anak-anak malah sering ingatkan saya cuci tangan dulu. Edukasi dari bidan dan kader di posyandu sangat membantu,” ucapnya sambil tersenyum.

Pencapaian STBM di Aceh Utara tidak hanya dilihat dari indikator angka, tapi juga dari tumbuhnya kesadaran kolektif yang mengakar di tengah masyarakat. Ketika perubahan sudah menjadi bagian dari budaya harian, maka keberlanjutan menjadi lebih terjamin.

Jalaluddin berharap, keberhasilan STBM dapat menjadi inspirasi bagi wilayah lain, bahwa sanitasi adalah pondasi penting dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Pemerintah daerah terus mendorong agar STBM bukan hanya menjadi program sesaat, melainkan gerakan sosial yang terus bergulir lintas generasi.

“Kami ingin masyarakat merasa bangga dengan lingkungan bersih dan sehat. Karena di situlah letak peradaban—saat kesehatan tidak lagi bergantung pada bantuan, tapi menjadi hasil kesadaran dan aksi bersama,” tutup Jalaluddin. [Adv]

Postingan Lama
Postingan Lebih Baru