Bireuen
Kajari Bireuen Upayakan Restorative Justice Kasus Penadahan di Simpang Mamplam
BIREUEN- Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen kembali melakukan upaya penghentian penuntutan melalui mekanisme restorative justice (RJ). Kali ini, perkara tindak pidana penadahan dengan tersangka berinisial S, warga Kecamatan Simpang Mamplam, menjadi perhatian aparat penegak hukum.
Proses perdamaian berlangsung di Kantor Kejari Bireuen, Senin, 15 September 2025, dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen Munawal Hadi, S.H., M.H. bersama Jaksa Fasilitator. Hadir pula pihak keluarga korban, tersangka, serta perangkat gampong sebagai saksi perdamaian.
Kronologi Perkara
Kasus ini bermula pada Maret 2025. Tersangka S menyampaikan kepada T (yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka pencurian) bahwa dirinya membutuhkan empat sak semen dan satu unit kloset untuk keperluan membangun rumah.
Selanjutnya, pada 25 Maret 2025 dini hari, T bersama UB (juga tersangka pencurian) mengambil barang milik korban Saifullah di Desa Ceurucok, Kecamatan Simpang Mamplam. Barang yang dicuri antara lain empat sak semen merek Andalas, satu mesin gerinda tangan merek Tokyu, serta satu kloset jongkok merek American Standard.
Beberapa saat kemudian, empat sak semen tersebut dijual kepada tersangka S seharga Rp200.000. S juga membantu menjual mesin gerinda seharga Rp150.000 kepada pihak lain. Hasil penjualan diserahkan kepada T, sementara tersangka hanya menerima imbalan Rp20.000. Adapun satu unit kloset hingga kini belum dibayarkan.
Atas perbuatannya, tersangka S disangkakan melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan, dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara.
Proses Perdamaian
Dalam forum mediasi yang digelar di Kejari Bireuen, tersangka menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada korban dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Korban kemudian menyatakan menerima permintaan maaf tersebut dengan syarat tersangka benar-benar menjaga komitmen.
Kajari Bireuen Munawal Hadi menjelaskan bahwa penyelesaian melalui jalur restorative justice dilakukan setelah mempertimbangkan aspek kemanusiaan, kepentingan korban, serta demi mewujudkan keadilan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
"Proses RJ ini adalah bentuk upaya kami menghadirkan keadilan yang humanis. Yang terpenting adalah bagaimana tersangka menyadari kesalahan, korban mendapatkan keadilan, dan masyarakat memperoleh kepastian hukum," ujar Munawal Hadi.
Tindak Lanjut
Via
Bireuen