Ekbis
HL
Gubernur Aceh dan DPRA Sepakati Perubahan KUA-PPAS 2025
BANDA ACEH – Momentum penting bagi arah pembangunan Aceh kembali tercatat di gedung parlemen daerah. Gubernur Aceh Muzakir Manaf bersama pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) resmi menandatangani kesepakatan rancangan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Tahun Anggaran 2025, Kamis (25/9/2025).
Penandatanganan dokumen strategis itu berlangsung dalam rapat paripurna DPRA, disaksikan oleh para anggota dewan, Sekretaris Daerah Aceh M. Nasir, serta jajaran Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA).
Ketua DPRA Zulfadhli dalam sambutannya memberikan penghargaan khusus kepada Gubernur Aceh, TAPA, dan Badan Anggaran (Banggar) DPRA atas kerja sama erat selama proses pembahasan. Menurutnya, harmonisasi eksekutif dan legislatif adalah kunci agar arah kebijakan fiskal Aceh tetap terjaga di jalur yang tepat.
"Pada kesempatan ini kami memberikan apresiasi kepada Gubernur Aceh, TAPA, serta Banggar DPRA atas kerja sama yang baik selama proses pembahasan," ujar Zulfadhli.
Ia menekankan, perubahan KUA-PPAS bukan sekadar formalitas teknis, melainkan instrumen vital untuk menyesuaikan kebutuhan pembangunan dengan dinamika terbaru, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Proses persetujuan ini merujuk pada Pasal 16 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018. Aturan tersebut menggariskan bahwa kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah disepakati bersama wajib ditandatangani oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD dalam rapat paripurna.
Dengan demikian, kesepakatan yang lahir dari forum paripurna bukan hanya bersifat politis, tetapi juga memiliki legitimasi hukum yang kuat.
Bagi Gubernur Muzakir Manaf, dokumen perubahan KUA-PPAS ini akan menjadi panduan penting dalam mengarahkan alokasi anggaran, mempercepat program prioritas, serta menjawab tantangan pembangunan yang semakin kompleks.
Kesepakatan antara DPRA dan Pemerintah Aceh diharapkan mampu menjaga keseimbangan fiskal, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, serta memastikan bahwa kebijakan anggaran benar-benar berpihak kepada masyarakat.
Kesepakatan ini bukan sekadar tanda tangan seremonial, tetapi simbol nyata dari sinergi politik-ekonomi di Aceh. Eksekutif dan legislatif memperlihatkan bahwa kolaborasi adalah jalan terbaik untuk mengawal pembangunan, mengatasi dinamika sosial, dan memperkuat fondasi ekonomi daerah. []
Penandatanganan dokumen strategis itu berlangsung dalam rapat paripurna DPRA, disaksikan oleh para anggota dewan, Sekretaris Daerah Aceh M. Nasir, serta jajaran Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA).
Ketua DPRA Zulfadhli dalam sambutannya memberikan penghargaan khusus kepada Gubernur Aceh, TAPA, dan Badan Anggaran (Banggar) DPRA atas kerja sama erat selama proses pembahasan. Menurutnya, harmonisasi eksekutif dan legislatif adalah kunci agar arah kebijakan fiskal Aceh tetap terjaga di jalur yang tepat.
"Pada kesempatan ini kami memberikan apresiasi kepada Gubernur Aceh, TAPA, serta Banggar DPRA atas kerja sama yang baik selama proses pembahasan," ujar Zulfadhli.
Ia menekankan, perubahan KUA-PPAS bukan sekadar formalitas teknis, melainkan instrumen vital untuk menyesuaikan kebutuhan pembangunan dengan dinamika terbaru, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Proses persetujuan ini merujuk pada Pasal 16 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018. Aturan tersebut menggariskan bahwa kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah disepakati bersama wajib ditandatangani oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD dalam rapat paripurna.
Dengan demikian, kesepakatan yang lahir dari forum paripurna bukan hanya bersifat politis, tetapi juga memiliki legitimasi hukum yang kuat.
Bagi Gubernur Muzakir Manaf, dokumen perubahan KUA-PPAS ini akan menjadi panduan penting dalam mengarahkan alokasi anggaran, mempercepat program prioritas, serta menjawab tantangan pembangunan yang semakin kompleks.
Kesepakatan antara DPRA dan Pemerintah Aceh diharapkan mampu menjaga keseimbangan fiskal, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, serta memastikan bahwa kebijakan anggaran benar-benar berpihak kepada masyarakat.
Kesepakatan ini bukan sekadar tanda tangan seremonial, tetapi simbol nyata dari sinergi politik-ekonomi di Aceh. Eksekutif dan legislatif memperlihatkan bahwa kolaborasi adalah jalan terbaik untuk mengawal pembangunan, mengatasi dinamika sosial, dan memperkuat fondasi ekonomi daerah. []
Via
Ekbis