Aceh Utara
Adv
Dinkes Acut
STBM dan Harapan Baru, Solusi Cerdas Cegah Penyakit Menular di Aceh Utara
ACEH UTARA – Tidak hanya menjadi pendekatan sanitasi yang berbasis pada perilaku masyarakat, Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) kini terbukti membawa dampak positif terhadap pencegahan penyakit menular di Aceh Utara. Melalui gerakan kolektif dan edukasi menyeluruh, program ini menjadi ujung tombak Dinas Kesehatan Aceh Utara dalam menciptakan lingkungan sehat dan perilaku hidup bersih di tengah masyarakat.
Menurut Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Jalaluddin, SKM, M.Kes, implementasi STBM telah menjadi strategi kunci dalam menekan kasus penyakit menular berbasis lingkungan seperti diare, demam berdarah, dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Menurut Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Jalaluddin, SKM, M.Kes, implementasi STBM telah menjadi strategi kunci dalam menekan kasus penyakit menular berbasis lingkungan seperti diare, demam berdarah, dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
"STBM bukan sekadar program, tetapi perubahan pola pikir dan kebiasaan masyarakat secara menyeluruh," ujarnya melalui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Samsul Bahri, SKM, MKM.
STBM digerakkan melalui lima pilar utama, yaitu:
1. Stop buang air besar sembarangan (BABS)
2. Cuci tangan pakai sabun (CTPS)
3. Pengelolaan air minum dan makanan yang aman
4. Pengelolaan sampah rumah tangga yang benar
5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga yang aman
Kelima pilar ini menyasar akar permasalahan sanitasi di masyarakat, dengan pendekatan berbasis partisipasi dan kemandirian warga. "Saat masyarakat memahami pentingnya kebersihan dari sisi perilaku, maka akan muncul kesadaran kolektif untuk menjaga lingkungan bersama," jelas Samsul Bahri.
Salah satu contoh keberhasilan STBM terlihat di beberapa gampong (desa) yang telah mendeklarasikan diri sebagai Desa ODF (Open Defecation Free). Di desa-desa ini, masyarakat sudah tidak lagi buang air besar sembarangan, dan mulai terbiasa mencuci tangan pakai sabun di waktu-waktu penting, seperti sebelum makan dan setelah dari toilet.
"Setelah satu tahun implementasi STBM, angka kejadian diare pada anak-anak di desa binaan kami mengalami penurunan signifikan," terang Samsul Bahri. Dinas Kesehatan Aceh Utara juga mencatat adanya peningkatan dalam penggunaan jamban sehat dan tempat cuci tangan di rumah tangga.
Edukasi Berbasis Kearifan Lokal
Keberhasilan STBM juga tak lepas dari metode edukasi yang mengakar pada kearifan lokal dan pendekatan sosial budaya. Para kader kesehatan dan fasilitator STBM di setiap gampong dilatih untuk menyampaikan pesan kesehatan dengan bahasa yang membumi, menggunakan media tradisional hingga forum pengajian dan musyawarah kampung.
"Pemberdayaan masyarakat jadi kunci. Mereka bukan hanya penerima program, tapi pelaku utama perubahan," tambah Jalaluddin. Ia menekankan bahwa program STBM tidak akan berjalan tanpa dukungan lintas sektor, termasuk kepala desa, tokoh adat, hingga ibu-ibu rumah tangga.
Menuju Kabupaten STBM
Saat ini, Dinas Kesehatan Aceh Utara tengah mempersiapkan Aceh Utara menjadi kabupaten yang sepenuhnya menerapkan STBM. Dengan pendekatan yang sistematis, terukur, dan berbasis masyarakat, harapan untuk menurunkan angka penyakit menular menjadi semakin nyata.
"STBM bukan hanya soal sanitasi, tapi juga investasi untuk generasi masa depan yang lebih sehat," tegas Jalaluddin. [Adv]
STBM digerakkan melalui lima pilar utama, yaitu:
1. Stop buang air besar sembarangan (BABS)
2. Cuci tangan pakai sabun (CTPS)
3. Pengelolaan air minum dan makanan yang aman
4. Pengelolaan sampah rumah tangga yang benar
5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga yang aman
Kelima pilar ini menyasar akar permasalahan sanitasi di masyarakat, dengan pendekatan berbasis partisipasi dan kemandirian warga. "Saat masyarakat memahami pentingnya kebersihan dari sisi perilaku, maka akan muncul kesadaran kolektif untuk menjaga lingkungan bersama," jelas Samsul Bahri.
Salah satu contoh keberhasilan STBM terlihat di beberapa gampong (desa) yang telah mendeklarasikan diri sebagai Desa ODF (Open Defecation Free). Di desa-desa ini, masyarakat sudah tidak lagi buang air besar sembarangan, dan mulai terbiasa mencuci tangan pakai sabun di waktu-waktu penting, seperti sebelum makan dan setelah dari toilet.
"Setelah satu tahun implementasi STBM, angka kejadian diare pada anak-anak di desa binaan kami mengalami penurunan signifikan," terang Samsul Bahri. Dinas Kesehatan Aceh Utara juga mencatat adanya peningkatan dalam penggunaan jamban sehat dan tempat cuci tangan di rumah tangga.
Edukasi Berbasis Kearifan Lokal
Keberhasilan STBM juga tak lepas dari metode edukasi yang mengakar pada kearifan lokal dan pendekatan sosial budaya. Para kader kesehatan dan fasilitator STBM di setiap gampong dilatih untuk menyampaikan pesan kesehatan dengan bahasa yang membumi, menggunakan media tradisional hingga forum pengajian dan musyawarah kampung.
"Pemberdayaan masyarakat jadi kunci. Mereka bukan hanya penerima program, tapi pelaku utama perubahan," tambah Jalaluddin. Ia menekankan bahwa program STBM tidak akan berjalan tanpa dukungan lintas sektor, termasuk kepala desa, tokoh adat, hingga ibu-ibu rumah tangga.
Menuju Kabupaten STBM
Saat ini, Dinas Kesehatan Aceh Utara tengah mempersiapkan Aceh Utara menjadi kabupaten yang sepenuhnya menerapkan STBM. Dengan pendekatan yang sistematis, terukur, dan berbasis masyarakat, harapan untuk menurunkan angka penyakit menular menjadi semakin nyata.
"STBM bukan hanya soal sanitasi, tapi juga investasi untuk generasi masa depan yang lebih sehat," tegas Jalaluddin. [Adv]
Via
Aceh Utara