ACEH UTARA - Suasana di Puskesmas Lhoksukon pagi itu tampak berbeda. Para petugas kesehatan tampak bersemangat memulai hari dengan peregangan ringan sebelum menjalankan pelayanan. Di ruang lainnya, tersedia papan informasi tentang ergonomi kerja dan bahaya paparan bahan kimia.
Langkah-langkah kecil ini merupakan bagian dari gerakan besar yang kini diterapkan di seluruh 32 Puskesmas di Aceh Utara: program kesehatan kerja.
Penerapan kesehatan kerja ini bukan sekadar formalitas. Di bawah arahan Plt Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Jalaluddin, SKM, M.Kes., kebijakan ini menjadi prioritas dalam rangka melindungi dan meningkatkan kualitas hidup para tenaga kesehatan serta masyarakat yang dilayani.
"Tenaga kesehatan adalah garda terdepan pelayanan publik. Sudah seharusnya mereka bekerja dalam kondisi yang sehat, aman, dan terlindungi. Itu sebabnya kami mewajibkan seluruh Puskesmas menerapkan standar kesehatan kerja," ujar Jalaluddin kepada wartawan saat ditemui di ruang kerjanya.
Menjaga dari Risiko Pekerjaan
Dalam dunia pelayanan kesehatan, risiko kerja tidak bisa dianggap remeh. Petugas medis dan paramedis setiap hari bersinggungan dengan pasien, bahan kimia, hingga tekanan kerja yang tinggi. Melalui program ini, Puskesmas mulai menerapkan evaluasi risiko kerja, memberikan pelatihan keselamatan, hingga menyediakan alat pelindung diri (APD) secara memadai.
"Mulai dari meja kerja yang ergonomis, penerangan yang cukup, hingga rotasi tugas untuk menghindari kejenuhan kini menjadi bagian dari SOP," terang Jalaluddin.
Selain itu, setiap Puskesmas juga diwajibkan memiliki dokumen Upaya Kesehatan Kerja (UKK) dan menunjuk petugas yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya. Program ini juga mencakup pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja kesehatan serta pelaporan kejadian kecelakaan kerja yang transparan.
Dampak Nyata di Lapangan
Puskesmas Lhoksukon menjadi salah satu contoh sukses penerapan kesehatan kerja. Kepala Puskesmas Ibnu Khaldun, SKM, MSi Kepala mengaku program ini telah meningkatkan semangat kerja timnya.
"Dulu kami sering mengalami kelelahan karena beban kerja dan kurangnya pengelolaan stres. Sekarang, dengan adanya pelatihan dan lingkungan kerja yang lebih baik, pelayanan kepada masyarakat juga jadi lebih maksimal," ujarnya.
Bahkan masyarakat pun mulai merasakan perbedaannya. Pelayanan menjadi lebih ramah, cepat, dan minim keluhan. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang sehat, akan memberikan pelayanan yang jauh lebih baik.
Menuju Puskesmas Ramah Tenaga Kerja
Jalaluddin menyampaikan bahwa Dinas Kesehatan Aceh Utara menargetkan seluruh Puskesmas menjadi tempat kerja yang aman, sehat, dan produktif, sesuai dengan pedoman Kementerian Kesehatan.
"Ke depan, kami akan memperkuat sistem monitoring dan memberikan penghargaan kepada Puskesmas yang konsisten menerapkan kesehatan kerja. Ini investasi jangka panjang bagi mutu pelayanan kesehatan di Aceh Utara," tegasnya.
Dukungan dari pemerintah daerah, kolaborasi dengan sektor lain seperti Dinas Tenaga Kerja, serta peran aktif masyarakat diharapkan akan memperkuat keberlanjutan program ini.
Komitmen untuk Masa Depan
Dengan jumlah 32 Puskesmas yang tersebar, tantangan implementasi kesehatan kerja memang tidak ringan. Namun semangat perubahan yang dimotori oleh Dinas Kesehatan Aceh Utara menunjukkan bahwa komitmen serius bisa menghasilkan perubahan nyata.
"Jika tenaga kesehatan sehat dan bahagia, maka masyarakat pun akan mendapatkan pelayanan terbaik," tutup Jalaluddin, menyiratkan semangat membangun sistem kesehatan yang lebih humanis dan berkelanjutan.
Tak hanya menyasar tenaga medis, program kesehatan kerja ini juga mulai menyentuh aspek psikososial. Dinas Kesehatan bekerja sama dengan sejumlah psikolog dan fasilitator lokal untuk memberikan edukasi tentang pentingnya manajemen stres kerja, komunikasi efektif di lingkungan kerja, hingga dukungan moral antarpegawai. "Kami ingin membentuk lingkungan kerja yang sehat tidak hanya secara fisik, tetapi juga mental dan emosional," ujar Jalaluddin.
Dinas Kesehatan Aceh Utara juga mendorong tiap Puskesmas untuk menyusun dan menjalankan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) sesuai karakteristik wilayah dan potensi bahaya masing-masing. Puskesmas di wilayah pesisir misalnya, diberikan pelatihan tambahan tentang penanganan cedera akibat aktivitas laut, sedangkan Puskesmas di dataran tinggi lebih difokuskan pada pengelolaan stamina dan perjalanan medan yang berat.
Program ini turut melibatkan Masyarakat dan lintas sektor, seperti aparatur desa, kader posyandu, hingga tenaga kebersihan yang beraktivitas di Puskesmas. Mereka diberikan pelatihan dasar tentang keselamatan kerja dan tanggap darurat, sehingga tercipta budaya sadar keselamatan di lingkungan fasilitas kesehatan.
Keberhasilan ini juga tidak terlepas dari komitmen pimpinan Puskesmas yang aktif mendorong perubahan. Mereka diberi pelatihan manajerial tentang pentingnya kebijakan kesehatan kerja dan teknik supervisi yang mendukung produktivitas pegawai. "Kepala Puskesmas adalah motor penggerak, jika mereka kuat, maka tim di bawahnya akan bergerak bersama," tambah Jalaluddin.
Penerapan kesehatan kerja ini pun berdampak positif pada indikator pelayanan kesehatan. Beberapa Puskesmas melaporkan penurunan jumlah tenaga kesehatan yang izin karena sakit, serta meningkatnya ketepatan waktu pelayanan. Ini menjadi sinyal kuat bahwa investasi pada kesehatan petugas, berdampak langsung pada peningkatan kualitas layanan publik.
Salah satu terobosan menarik adalah pengembangan Pojok Relaksasi di beberapa Puskesmas. Di tempat ini, para tenaga kesehatan bisa beristirahat sejenak sambil menikmati aromaterapi atau mendengarkan musik ringan. "Kecil, tapi berarti. Ini bentuk kepedulian terhadap keseimbangan hidup pegawai," kata Jalaluddin.
Tak hanya untuk petugas, pasien juga mendapat manfaat dari penerapan standar lingkungan kerja sehat. Ruang pelayanan kini lebih tertata, bersih, dan bebas dari potensi kecelakaan. Jalur evakuasi diberi penanda jelas, alat pemadam api disiapkan, dan pengelolaan limbah medis ditingkatkan agar tidak membahayakan masyarakat sekitar.
Dinas Kesehatan juga menyiapkan sistem pelaporan cepat jika terjadi kecelakaan kerja atau masalah kesehatan di tempat kerja. Dengan sistem ini, evaluasi bisa dilakukan dengan cepat dan tepat. Data yang dikumpulkan digunakan untuk menyempurnakan program serta bahan pertimbangan penyusunan kebijakan daerah ke depan.
Dalam jangka panjang, Aceh Utara menargetkan menjadi kabupaten rujukan dalam pelaksanaan Kesehatan Kerja Berbasis Puskesmas. Jalaluddin menegaskan, pihaknya terbuka untuk berbagi praktik baik dengan kabupaten/kota lain. "Kami ingin Aceh Utara menjadi contoh bahwa pelayanan kesehatan bisa dimulai dari melindungi mereka yang bekerja untuk masyarakat," tegasnya.
Dengan semangat kolaborasi, komitmen yang kuat, serta dukungan penuh dari pemerintah daerah, transformasi layanan kesehatan berbasis kesehatan kerja ini diyakini akan menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang. "Kesehatan kerja bukan tujuan akhir, melainkan fondasi menuju pelayanan publik yang bermutu dan berkeadilan," tutup Jalaluddin penuh harap. [Adv]