Muda Seudang Bireuen Desak Negara Bertanggung Jawab atas Tragedi HAM Berat Simpang KKA

BIREUEN- Dua puluh enam tahun sejak tragedi berdarah Simpang KKA terjadi, negara masih belum menunjukkan keseriusan dalam menuntaskan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang mencoreng sejarah Aceh.

Dalam Pernyataan Ketua Bidang Hukum dan Politik DPW Muda Seudang Kabupaten Bireuen, Khairul Amri, Sabtu 3 Mei 2025, menegaskan bahwa ketidakadilan yang dibiarkan berlarut-larut adalah bentuk kegagalan negara dalam menjalankan amanat konstitusi dan prinsip-prinsip keadilan transisional.

"Tragedi Simpang KKA bukan sekadar luka historis, tapi representasi nyata dari kegagalan negara dalam melindungi warganya dan mempertanggungjawab kan kejahatan yang dilakukan aparat negara terhadap rakyat sipil," tegas Khairul Amri. Ia mengingatkan bahwa keadilan tidak boleh dikorbankan atas nama stabilitas, apalagi dilupakan atas nama rekonsiliasi yang semu.

Peristiwa Simpang KKA, di mana aparat keamanan menembaki warga sipil tak bersenjata yang tengah melakukan aksi damai, menewaskan puluhan orang dan mencederai puluhan lainnya. Namun hingga hari ini, proses hukum atas tragedi tersebut masih tenggelam dalam kabut impunitas. Negara belum pernah secara resmi mengakui atau meminta maaf, apalagi memberikan reparasi yang layak kepada para korban dan keluarganya.

Khairul menilai bahwa pengungkapan kebenaran atas tragedi-tragedi kelam seperti Simpang KKA adalah prasyarat mutlak untuk rekonsiliasi yang otentik, bukan simbolik. Ia juga menekankan pentingnya peran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh yang hingga kini berjalan pincang akibat minimnya dukungan politik dan anggaran dari pemerintah daerah dan pusat.

"Kita tidak mungkin membangun masyarakat yang adil dan beradab jika luka-luka sejarah terus dibungkam. Penegakan HAM bukan sekadar agenda moral, tapi kewajiban negara dalam menjamin masa depan yang bebas dari pengulangan kekerasan," ujarnya.

DPW Muda Seudang Bireuen juga mengingatkan bahwa generasi muda Aceh memiliki tanggung jawab historis untuk tidak membiarkan sejarah dimanipulasi atau dilupakan. "Pemuda Aceh harus menjadi garda terdepan dalam menolak lupa, dalam memperjuangkan keadilan substantif, bukan sekadar narasi damai tanpa kejelasan hukum," tutup Khairul Amri.


Postingan Lama
Postingan Lebih Baru