Banda Aceh
HL
Kemewahan di Atas Derita Rakyat: Pemerintah Aceh Hamburkan Rp 60 Miliar untuk Dewan di Tengah Krisis
BANDA ACEH- Saat rakyat Aceh dihimpit oleh resesi, pengangguran, dan krisis ekonomi yang semakin mencekik, Pemerintah Aceh justru memilih berpesta pora dengan menggelontorkan dana fantastis lebih dari Rp60 miliar hanya demi memanjakan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
Data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) per 16 April 2025 mengungkapkan realitas pahit: Rp52 miliar lebih dianggarkan hanya untuk merenovasi rumah dinas pimpinan dan anggota DPRA. Dari jumlah itu, Rp4,7 miliar dialokasikan untuk rumah Ketua DPRA, sementara Rp47 miliar lainnya digunakan untuk rehab rumah anggota dewan melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Aceh. Seakan belum cukup, Rp8,7 miliar disiapkan untuk membeli mobil dinas mewah – satu unit senilai Rp3,3 miliar untuk Ketua DPRA dan tiga unit lainnya seharga Rp1,8 miliar masing-masing untuk Wakil Ketua.
Kebijakan ini bukan lagi sekadar pemborosan, tapi bentuk nyata pengkhianatan terhadap rakyat. Di saat masyarakat berjuang memenuhi kebutuhan pokok, wakil-wakilnya justru berlomba hidup dalam kemewahan. Ini bukan hanya persoalan moral, tapi cermin dari budaya politik yang busuk dan sistem anggaran yang telah dikooptasi oleh kepentingan oligarki.
Aktivis perempuan dan antikorupsi Aceh, Yulindawati, menyebut tindakan ini sebagai kejahatan anggaran yang terang-terangan. "Ini bukan cuma boros, ini bentuk pemanfaatan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri. Sebuah pengkhianatan vulgar di hadapan penderitaan rakyat," tegas Ketua Umum FAKSI Aceh itu.
Ia juga menegaskan bahwa pola penganggaran seperti ini sarat akan indikasi manipulasi dan kolusi yang menyaru dalam proyek formal. "Rehabilitasi rumah dengan nilai puluhan miliar dan pembelian mobil mewah, saat rakyat menderita, tidak bisa disebut kebijakan – ini pemalakan terselubung oleh elite yang berpura-pura menjadi wakil rakyat," kritiknya tajam.
Yulindawati mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan menyelidiki proyek-proyek mencurigakan ini. "Kita tidak bisa berharap pada pengawasan internal yang sudah tumpul. KPK harus masuk dan bongkar siapa dalang di balik anggaran 'mewah-mewahan' ini. Jangan biarkan Aceh jadi ladang basah kepentingan politik yang menginjak-injak rakyat," serunya.(Red)
Via
Banda Aceh