Ketua Komisi I DPRA Desak Investigasi Menyeluruh atas Pelarian Massal 49 Napi dari Lapas Kutacane

BANDA ACEH – Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Tgk Muharuddin, mendesak aparat penegak hukum untuk mengungkap motif sebenarnya di balik pelarian massal 49 narapidana (napi) dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Kutacane, Aceh Tenggara, pada Senin (10/3/2025). Ia menegaskan bahwa insiden ini tidak boleh dianggap sebagai peristiwa biasa, tetapi harus ditelusuri hingga ke akar permasalahannya.  

Menurut Muharuddin, investigasi harus dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan tiga aspek krusial, yakni pemenuhan kebutuhan dasar napi, potensi kelalaian petugas, serta dugaan penyimpangan anggaran terhadap konsumsi napi.  

"Kami tidak ingin kasus ini hanya dipandang sebagai tindakan kriminal dari para napi yang melarikan diri. Perlu ditelisik lebih dalam, apakah ada faktor lain yang memicu kejadian ini. Apakah hak-hak dasar warga binaan diabaikan? Apakah ada kelemahan dalam sistem pengamanan? Dan yang tak kalah penting, apakah ada indikasi penyimpangan anggaran untuk konsumsi napi seperti yang dilaporkan aktivis lokal? Semua pertanyaan ini harus dijawab dengan jelas," tegas Muharuddin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/3/2025).  

Salah satu aspek yang disoroti oleh Ketua Komisi I DPRA adalah kondisi kehidupan para napi di dalam lapas. Ia menduga ada kemungkinan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar napi, seperti makanan, fasilitas kesehatan, dan ruang hidup yang layak, tidak terpenuhi dengan baik.  

Muharuddin mencontohkan, laporan yang berkembang di masyarakat menyebutkan bahwa kualitas makanan di lapas sering kali berada di bawah standar, bahkan ada dugaan dana untuk konsumsi napi tidak sepenuhnya digunakan sebagaimana mestinya. Jika hal ini benar terjadi, maka ketidakpuasan napi terhadap kondisi lapas bisa menjadi pemicu utama pelarian massal.  

Selain itu, ia juga menyoroti pernyataan Kalapas yang menyebutkan adanya tuntutan fasilitas bilik asmara oleh para napi sebagai salah satu penyebab gejolak di dalam lapas. Muharuddin menilai tuntutan ini menjadi indikator bahwa ada hak-hak dasar napi yang belum terpenuhi, termasuk hak untuk mendapatkan kunjungan keluarga yang layak dan kehidupan yang lebih manusiawi selama menjalani hukuman.  

"Jika fasilitas yang layak tersedia, mungkin pelarian ini bisa dicegah. Jangan sampai ini menjadi alarm bagi kita bahwa kondisi di dalam lapas jauh dari kata manusiawi. Hak-hak dasar napi tetap harus diperhatikan, karena mereka juga bagian dari warga negara yang harus diperlakukan dengan adil," ungkapnya.  

Evaluasi Sistem Keamanan Lapas

Muharuddin menegaskan bahwa investigasi atas insiden ini tidak boleh berhenti pada sekadar pencarian napi buron, tetapi harus diiringi dengan evaluasi sistem keamanan di dalam Lapas Kutacane. Ia mempertanyakan bagaimana 49 napi bisa melarikan diri secara bersamaan, apakah ada kelalaian petugas atau justru ada keterlibatan orang dalam yang mempermudah aksi tersebut.  

Ia mendesak Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem keamanan di Lapas Kelas II B Kutacane.  

"Jika sistem pengamanan lapas masih lemah dan jumlah petugas tidak mencukupi, maka kejadian ini bisa saja terulang. Kami meminta adanya audit sistem keamanan, termasuk peningkatan jumlah petugas dan peningkatan kesejahteraan pegawai lapas agar mereka bisa bekerja dengan optimal," katanya.  

Muharuddin juga menyoroti pentingnya pelatihan bagi petugas lapas agar mereka bisa lebih sigap dalam mengantisipasi potensi gangguan keamanan. Ia menekankan bahwa pengawasan internal harus lebih ketat, dan setiap kejadian seperti ini harus menjadi pelajaran agar ke depan tidak ada lagi kasus pelarian massal yang mencoreng sistem pemasyarakatan di Aceh.  

Sebagai lembaga legislatif yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kebijakan di Aceh, Komisi I DPRA berkomitmen untuk mengawal proses investigasi kasus ini hingga tuntas. Muharuddin menegaskan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa penyelidikan dilakukan secara transparan dan akuntabel.  

"Kami akan memanggil pihak terkait untuk meminta penjelasan secara detail. Jangan sampai ada upaya menutupi fakta yang sebenarnya terjadi di dalam Lapas Kutacane. Jika ada unsur kelalaian atau penyimpangan, maka harus ada tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab," ujarnya.  

Muharuddin juga meminta masyarakat dan aktivis untuk tetap mengawal kasus ini agar tidak hanya berakhir pada pencarian napi yang melarikan diri, tetapi juga membawa perubahan dalam sistem pemasyarakatan di Aceh.  

"Kita tidak bisa menutup mata terhadap kemungkinan adanya permasalahan sistemik di dalam lapas. Jika ada kebijakan yang harus diperbaiki, maka kita harus mendorongnya bersama-sama demi keadilan bagi semua pihak," pungkasnya.  

Dengan adanya tekanan dari DPR Aceh dan publik, diharapkan investigasi atas kasus ini bisa berjalan secara objektif dan memberikan solusi konkret bagi pembenahan sistem pemasyarakatan di Aceh. [Adv]
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru