HL
Hukrim
Abdul Ghafur Divonis Bebas atas Dakwaan Kasus Narkotika 1 Kg, Tidak Terbukti Secara Sah dan Meyakinkan
BIREUEN- Pengadilan Negeri Bireuen, pada 13 Maret 2025, menjatuhkan putusan bebas terhadap Abdul Ghafur bin Badruddin dalam perkara Nomor: 202/Pid.Sus/2024/PN.Bir. Terdakwa sebelumnya didakwa terlibat dalam peredaran narkotika jenis sabu seberat 1 kg. Namun, berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, Majelis Hakim menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Dasar Pertimbangan Hukum dan Fakta Persidangan
Dalam putusannya, Majelis Hakim menyoroti berbagai aspek hukum yang menjadi dasar pembebasan terdakwa, termasuk ketidak sesuaian dakwaan dengan unsur pidana serta lemahnya alat bukti yang diajukan oleh JPU.
1. Dakwaan Tidak Memenuhi Unsur Pasal 114 dan 112 UU Narkotika
Tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa Abdul Ghafur memiliki, menguasai, atau memperdagangkan narkotika sebagaimana yang didakwakan.
Barang bukti narkotika ditemukan dalam penguasaan pihak lain, yakni Nazaruddin bin A. Rajab, yang perkaranya diperiksa secara terpisah.
2. Keterangan Saksi Tidak Didukung Alat Bukti yang Kuat
Tidak ada saksi yang secara langsung melihat Abdul Ghafur melakukan transaksi narkotika.
Keterlibatan terdakwa hanya didasarkan pada pengakuan Nazaruddin bin A. Rajab, yang berdiri sendiri dan tidak diperkuat oleh alat bukti lain yang sah sebagaimana yang disyaratkan dalam hukum acara pidana.
3. Barang Bukti Tidak Mengarah pada Terdakwa
Pemeriksaan terhadap perangkat komunikasi milik terdakwa tidak menghasilkan bukti yang menunjukkan adanya komunikasi terkait transaksi narkotika.
Selain itu, pemeriksaan laboratorium forensik terhadap handphone tidak dilakukan sebagaimana mestinya, dan perangkat tersebut tidak dapat diakses di persidangan untuk membuktikan adanya riwayat komunikasi yang mengarah pada perbuatan pidana.
4. Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Prosedur Hukum Acara Pidana
Terdakwa tidak mendapatkan pendampingan penasihat hukum pada tahap penyidikan, yang merupakan pelanggaran terhadap Pasal 56 KUHAP.
Proses pemeriksaan terhadap terdakwa dilakukan di bawah tekanan, ancaman, dan kondisi yang tidak bebas, yang bertentangan dengan Pasal 28G UUD 1945 serta Konvensi PBB tentang Anti Penyiksaan.
Penerapan Prinsip Hukum dalam Putusan Bebas
Firmansyah, S.H., selaku penasihat hukum terdakwa, menegaskan bahwa putusan bebas ini mencerminkan penerapan prinsip fundamental dalam hukum pidana: lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Prinsip ini sejalan dengan asas in dubio pro reo, yang mengharuskan hakim memutus perkara dengan berpihak kepada terdakwa apabila terdapat keraguan dalam pembuktian.
Putusan Pengadilan Negeri Bireuen ini menjadi cerminan dari supremasi hukum yang berkeadilan, dengan menegakkan asas legalitas serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Sikap terhadap Putusan Pengadilan
Firmansyah, S.H. menyampaikan apresiasi terhadap putusan ini sebagai wujud nyata bahwa sistem peradilan di Indonesia masih menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Keputusan Majelis Hakim dinilai telah mempertimbangkan seluruh aspek hukum secara objektif, berdasarkan fakta persidangan dan prinsip keadilan.
Meski demikian, ia juga menghormati hak JPU untuk mengajukan upaya hukum kasasi sebagaimana diatur dalam Pasal 244 KUHAP. Namun, ia tetap meyakini bahwa berdasarkan bukti dan pertimbangan hukum yang telah diungkap dalam persidangan, putusan bebas terhadap Abdul Ghafur bin Badruddin merupakan putusan yang tepat dan sesuai dengan prinsip keadilan hukum.(MS)
Via
HL