Tradisi ‘Pemamanen’ Dalam Suku Alas Aceh Tenggara

Kasiman Sinaga, Ketua Adat Desa Pulo Sanggar, Kecamatan Babussalam, Aceh Tenggara

KUTACANE - Masyarakat Suku Alas yang mendiami Kabupaten Aceh Tenggara memiliki tradisi yang berbeda dengan masyarakat Aceh pada umumnya, salah satunya adalah tradisi 'Pemamanen' pada pesta pernikahan dan sunat rasul (khitan).

Seperti diketahui, pesta pernikahan adalah suatu pesta yang diadakan setelah pasangan pengantin baru menuntaskan upacara pernikahan sesuai tuntunan agama. Sementara Khitanan dalam tradisi Islam di Aceh merupakan tanda bahwa anak laki-laki sudah menginjak usia akil baligh.

Lazim pada umumnya, masyarakat menggelar Pesta Sunat dan Pesta Pernikahan sebagai rasa wujud syukur kepada Allah Sang pencipta, yang didalamnya terdapat adat peusijuek (menepung tawari) yang diiring dengan do'a dan kebaikan.

Keluarga yang anaknya akan dikhitan serta keluarga pengantin baru menyediakan kenduri (perjamuan makan) semampu mereka dengan mengundang sanak family, kerabat, dan orang-orang kampung setempat untuk meminta do'a restu dan keberkahan.

Nah, dalam pesta pernikahan dan pesta sunat rasul di masyarakat Suku Alas ada tradisi yang dikenal 'Pemamanen'. Ada juga yang menulis dengan sebutan 'Pemamanan'. Pemamanen ini merupakan penisbatan kepada paman, dimana dalam adat masyarakat Alas, Paman orang yang sangat diagungkan.

"Pemamanen ini berkaitan erat dengan paman, sehingga paman adalah orang orang paling bertanggung jawab dalam tradisi masyarakat Alas ini," ujar Kasiman Sinaga, Ketua Adat Desa Pulo Sanggar, Kecamatan Babussalam, kepada media ini, Jumat (18/11/2022).

Kasiman yang juga Anggota Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Tenggara bagian adat istiadat, menjelaskan, dalam tradisi pemamanen ini, paman adalah orang yang sangat diagungkan karena akan berkontribusi besar pada acara pesta baik pesta pernikahan maupun pesta sunat rasul.

"Sebelum menggelar pesta, orang tua dari anak yang akan membuat hajatan memberitahu kepada pamannya terlebih dahulu. Kemudian paman akan dating bersama rombongan dengan membawa kenduri, uang, dan lain-lain yang bersifat hadiah baik sumbangan dalam bentuk hewan ternak maupun benda-benda berharga lainnya," jelasnya.

Kasiman menyebutkan, ada beberapa ritual yang dijalankan dari tradisi Pemamanen ini, diantaranya si Anak yang akan disunat bersama orang tuanya dihiasi sedemikian rupa dengan baju adat Alas lalu diarak secara massal mengelilingi desa setempat menggunakan kuda oleh sanak keluarga dan orang-orang kampung setempat.

"Juga menggelar pesta hajatan yang meriah dimana Paman si Anak yang akan di sunat menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam tradisi masyarakat Alas. Hal serupa juga berlaku dalam tradisi Pesta pernikahan," ujarnya.

Istilah Pemamanen sendiri tidak lepas dari kata 'paman', yakni laki-laki dari garis ibu, baik Abang maupun Adik ibu si Anak yang akan disunat. Masyarakat Alas mempercayai paman sebagai penanggung jawab atas perhelatan pesta Sunat Rasul dan Pesta Pernikahan setiap keponakan mereka.

"Marwah setiap paman dipertaruhkan untuk kesuksesan pesta ini, sehingga Paman harus mempersiapkan tenaga dan materi jauh-jauh hari. Pesta pun digelar sesuai kemampuan mereka, bahkan pesta bisa berlangsung sampai berhari-hari. Ada yang memotong lembu, dan lain sebagainya, sesuai kemampuan keluarga," ujarnya.

"Paman dalam masyarakat kita di Alas adalah orang paling bertanggjung jawab terhadap keponakannya. Tradisi ini sudah dilakukan secara turun temurun, dan masih terawat dengan baik sampai hari ini," demikian sebut Kasiman dalam wawancara kepada media ini di Kutacane. [Adv]
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru