Mengenal 'Tangis Dilo', Tradisi Pada Adat Perkawinan Suku Alas Aceh Tenggara

Seorang pengantin wanita bersimpuh di kaki orang tuanya, saat prosesi 'Tangis Dilo' yang menjadi tradisi perkawinan masyarakat Alas. [Ilustrasi/Google]






KUTACANE - Aceh merupakan salah satu provinsi yang dihuni oleh banyak suku, salah satunya adalah Suku Alas di Kabupaten Aceh Tenggara. Karena mayoritas masyarakatnya dari Suku Alas, kabupaten yang beribukota ini dijuluki Tanoh Alas.


Aceh Tenggara sendiri termasuk salah satu wilayah di Aceh yang sangat majemuk karena disamping menjadi rumah bagi Suku Alas, wilayah ini juga dihuni beberapa suku lainnya seperti Aceh, Gayo, Batak, dan lain sebagainya. 


Aceh Tenggara yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara juga menjadi salah satu kabupaten di Aceh dengan penganut agama kristen paling tinggi di Serambi Mekkah. Namun agama mayoritas (81 persen) dari sekitar 300 ribu jiwa penduduknya adalah beragama Islam.


Masyarakat Suku Alas dikenal sangat menjunjung nilai-nilai adat dan adat istiadat yang sudah menjadi turun temurun. Salah satu bentuk tradisi adat istiadat yang masih dipertahankan sampai sekarang adalah 'Tangis Dilo'. 


Tangis Dilo merupakan salah satu bentuk kesenian dari masyarakat Alas yang menjadi bagian dari adat perkawinan. Prosesi pelaksanaan Tangis Dilo pada adat perkawinan Suku Alas ini dilakukan oleh si pengantin perempuan kepada ibunya sebelum hari 'H' pernikahan.


Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Tenggara, Dr. H. Thalib Akbar, MSc mengatakan, Tangis Dilo termasuk hal yang sakral di msyarakat Alas. "Prosesinya dilakukan oleh pengantin wanita pada malam hari akad nikan. Umumnya dilakukan di hari yang sama sebelum akad nikah atau malam hari menjelang subuh," ungkap Thalib Akbar kepada media ini, Jumat (18/11/2022).


"Untuk mudah dipahami, Tangis Dilo ini bisa dibilang tangisan terakhir si pengantin wanita sebelum ia meninggalkan orangtuanya untuk pergi ikut suaminya. Jika besok siang pengantin wanita dijemput dan pergi ke tempat suami, maka pada waktu subuh dini hari lah ia lakukan tangis dilo tersebut," ungkapnya.


Thalib Akbar menambahkan, sosok yang menyampaikan Tangis Dilo dalam adat perkawinan Alas ini adalah seorang perempuan dengan pengantinnya (perempuan) sambil bersujud di pangkuan ibunya seraya menangis dan mengucapkan kata-kata syair kepada ibunya. 


"Nilai-nilai yang terkandung dalam Tangis Dilo pada adat perkawinan Suku Alas di Aceh Tenggara adalah nilai keagamaan, nilai sosial serta nilai kehidupan msyarakat yang saling membantu satu dengan yang lainnya," demikian terang Thalib Akbar.


Untuk diketahui, Tangis Dilo merupakan bagian dari tradisi turun temurun di masyarakat Suku Alas. Baru-baru ini, Tangis Dilo termasuk salah satu karya budaya Aceh yang  telah di tetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tekhnologi RI, bersama 16 karya budaya Aceh lainnya yang diusulkan Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. 


Mengutip dari Wikipedia, berikut adalah sepenggal syair Tangis Dilo dalam Bahasa Alas yang dilantunkan  pada adat perkawinan Suku Alas:


Eeuuuhh… heeeuuiiiiiiii, heiieiiieihh….. heiieiiieihh….. heiieiiieihh…..


Eeuuuhhh…


Aeuheeuuiihh…. Soh me bandu ameeeee eiiieiihh…..


Eiiieiihh… bekhas se selup de ame ku eeuuuhh…


Eeuuuhh… lawe se ntabu de ame ku ame aeehh…


Eiiieiihh… ken tukakh ganti ni anak ndu aku ame eeuuuhaeehh…


Kakhena sekadan wakhi no ameeeee aeiiieiihh….. e anak ndu aku de ame eeuuuhaeehh… senakhen ngantusi aeee… si kekukhangen bandu de ame ku…


Eeuuuhh… heeeuuiiiiiiii, heiieiiieihh….. heiieiiieihh….. heiieiiieihh…..

[Adv]

Postingan Lama
Postingan Lebih Baru