Harga Barang Naik, Anggota DPRA Minta Pemerintah Sensitif dengan Kondisi Masyarakat


BANDA ACEH - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Muslem Syamsuddin mengkritik dan menyesalkan sikap pemerintah yang tidak sensitif dengan kondisi masyarakat yang masih hidup serba susah dalam masa pandemi Covid-19.

Muslem Syamsuddin menjelaskan, kondisi ini ditunjukkan dengan naik dan melambung harga barang-barang menjelang masuknya bulan suci ramadhan. Sejumlah barang kebutuhan pokok juga belum turun sejak awal tahun lalu, termasuk minyak goreng. Bahkan harga beberapa jenis sembako seperti tidak terkendali.

"Naiknya harga barang sudah berlangsung berbulan-bulan, khususnya minyak goreng. Begitu juga dengan harga komoditas sembako lainnya. Belum lagi gas elpiji yang harganya di pasaran bervariasi di atas harga eceran tertinggi (HET) pemerintah, " kata MUslem, di Banda Aceh, Sabtu (2/4/2022).

Dari pantauan lapangan yang dilakukan Anggota DPR Aceh dari Partai Sira itu di Pasar Ulee Kareng dan Pasar Kampung Baru Banda Aceh pada hari Kamis dan Jum'at (31/3/22 dan 1/4/22), terjadi kenaikan pada beberapa jenis sembako. Misalnya gula pasir harga Rp16 ribu per kg, dan telor Rp 40 ribu per papan, begitu juga dengan komoditas lainnya, seperti cabe merah dan bawang merah.

Sementara itu kata Muslem, untuk minyak goreng kemasan paska dicabutnya Permendag No 6 /2022 dan berlakunya Permendag No 11 tahun 2022, harganya tak terkontrol dan sangat bervariasi di pasaran mulai Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per liter. Sedangkan gas elpiji masih banyak dijual di atas harga resmi pemerintah. Untuk gas elpiji 3 kg subsidi atau gas melon dijual hingga 35 ribu di tingkat pengecer. Padahai sesuai SK Gubernur harganya Rp 18 ribu dan hanya boleh dijual pada agen resmi.

Muslem menambahkan untuk gas elpiji ukuran 5,5 kg harga di pasaran mencapai Rp 105 ribu per tabung dari harga resmi pemerintah sebesar Rp 91 ribu per tabung. Malah gas elpiji ukuran 12 kg yang harga resminya Rp 189 ribu per tabung, di pasaran dijual hingga Rp 215 ribu per tabung.

"Seharusnya dalam kondisi seperti ini, pemerintah dan instansi terkait harus hadir untuk melakukan pengawasan hingga penertiban. Memastikan stok sembako tersedia dengan cukup serta harganya stabil. Sebab masyarakatlah yang paling dirugikan, dan merasakan dampaknya," ujar Politisi Partai SIRA.

Namun pemerintah terkesan lepas tangan dan menyatakan bahwa kenaikan harga barang menjelang ramadhan memang sudah menjadi siklus tahunan. Kondisi ini disebabkan meningkatnya konsumsi yang berdampak naiknya permintaan barang. Karena itu masyarakat diminta lebih bijaksana dalam berbelanja.

Menurut Muslem sangat tidak bijak jika pemerintah buang badan, dan menyalahkan mekanisme pasar bahwa tingginya permintaan menyebabkan naiknya harga barang. Kemudian masyarakat diminta bijak dalam berbelanja.

"Nah, peran pemerintah dimana? Terus jika sudah diprediksikan harga barang akan naik, lalu kenapa tidak diantisipasi dengan pengawasan rutin dan operasi pasar agar stok barang dan harganya normal?" tanya Muslem.

"Seharusnya pemerintah pusat hingga pemerintah kota bisa mengantisipasi sejak awal agar kenaikan tersebut tidak berlangsung lama hingga berbulan-bulan," sambungnya.

MUslem juga menyampaikan bahwa beban masyarakat bertambah, karena jelang ramadhan pemerintah juga menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertamax. Kenaikan harga BBM non subsidi jenis bensin Pertamax (RON 92), berlaku efektif per 1 April 2022 dengan kisaran harga Rp 12.500 sampai Rp 13.500 per liter dari sebelumnya Rp 9.000 sampai Rp 9.400 per liter. Dan solar subsidi pun sudah mulai langka, sehingga terjadian antrian panjang pada banyak SPBU.

Beban tersebut semakin meningkat menyusul dinaikkannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022.

"Kenaikan PPN ini akan memicu dan memberikan dampak yang luas pada hampir semua jenis barang yang selama ini digunakan oleh masyarakat. Penyesuaian tarif pajak ini akan sangat membebani masyarakat, karena pendapatan warga tidak bertambah, apalagi bersamaan dengan naiknya harga BBM non-subsidi dan harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng. Malah saat ini untuk mendapatkan BBM jenis solar, warga harus antri di SPBU hingga berjam-jam," pungkas Muslem anggota Komisi V DPR Aceh tersebut. [Adv]
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru