Proyek Jargas di Langsa, Diduga Kangkangi Aturan Keselamatan Kerja

LANGSA - Forum Pemuda Pemudi Peduli Kota Langsa (Fopisa) desak pelaksana proyek fasilitasi Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja galian jaringan gas (Jargas) karena dinilai akan mencederai pekerja di lapangan dengan mencari keuntungan sebesar-besarnya dan diduga kangkangi aturan keselamatan kerja.

"Pekerja harusnya dibekali APD untuk keselamatan kerja," kata Ketua Fopisa Dely Novrizal, ST kepada wartawan media ini. Rabu (22/07/2020).

Menurutnya, keselamatan kerja merupakan hal utama dalam mendukung kegiatan proyek. Bukan hanya hasil, proses juga harus 'Zero Accident' artinya nihil kecelakaan," sambung Dely.

Sebelum pemberitaan keselamatan kerja itu, dia juga sudah memantau sejauh ini di jalan-jalan yang sedang dikerjakan proyek tersebut mengabaikan kenyamanan pengguna jalan.

"Ini menjadi perhatian saya selaku kontrol sosial. Banyak yang keluhkan jalan becek saat musim hujan, jadi susah berkendara karena macet, rambu keselamatan juga tidak dipasang. 

Sehingga jadi tempat bermain anak-anak di sekitar tanpa mengetahui bahaya. Kan aneh, ini disebabkan karena lubang galian itu tidak dipasang rambu keselamatan.

Sejauh ini, kita juga pantau di medsos banyak yang keluhkan karena mengganggu lalu lintas dan sebagainya. Seharusnya, mengacu pada UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta sejumlah aturan perundang-undangan lainnya perlu adanya kerucut (traffic cone) bila pekerjaan berkaitan dengan jalan/lalu lintas.

"Bila perlu adanya flag man (orang yang memegang bendera) untuk mengatur lalu lintas saat macet. Karena setahunya dalam RAB kontrak, item keselamatan kerja ada tercantum di dalamnya. Dengan demikian, biaya juga ada," tandas mantan Ketua BEM Fakultas Teknik Unsam ini.

Yang herannya lagi, kenapa konsultan pengawas hanya menegur. Apa ada main mata, konsultanlah yang harusnya memberi tindakan, bila perlu apabila tidak di indahkan bisa merekomendasikan untuk menghentikan pekerjaan.

Maka, perlu adanya evaluasi besar-besaran baik pada pelaksana maupun pengawas proyek nasional tersebut. Kita khawatir akan ada korban di pihak masyarakat dan prihatin dengan para pekerja tanpa fasilitas yang memadai.

"Ini proyek yang kerjakan PT Adhi Karya lo, BUMN yang memiliki banyak sub bidang pekerjaan konstruksi. Yang saya ketahui berdiri berdasarkan PP No. 65 tahun 1961. Sejak masa Presiden Soekarno sudah menjadi Perusahaan Negara. Bayangkan?" ketusnya bertanya.

Terlebih, sepengetahuannya saat ini menurut data yang diperoleh, di Indonesia tertinggi tingkat kecelakaan kerja proyek.

Makanya, dalam perjanjian kontrak biasanya anggaran untuk keselamatan kerja itu menjadi sub atau anggaran yang di khususkan. Sebagaimana tertuang pada Surat Edaran Menteri PUPR No 11/SE/M/2019 tentang Juknis Biaya Penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi.

Untuk itu, dirinya menduga ada oknum pelaksana disini yang mencari keuntungan sebesar-besarnya sampai mengabaikan keselamatan kerja," ujar Alumni Teknik Sipil ini.

Tidak sampai disitu, Dely juga meminta Kementerian terkait memantau hal ini. "Kalau bisa satker atau PPK dari Kementerian ESDM turun dan pantau langsung kerjaan di lapangan. Ada yang ga beres, ya langsung tegur," tandasnya.

Sebelumnya, saat di singgung terkait keselamatan bagi pekerja General Affair PT Adhi Karya, Surya menjawab, "APD lengkap,  tp khusus yg gali dan Ngerojok  sesui keluhan pekerja,  tdk bisa maksimal jika hrs pakai sepatu,  helm atau kaca mata,"

Sementara, Leader Konsultan Pengawas (PMC) PT Amythas Langsa, Yusrizal mengatakan akan segera menyampaikan ke pihak pelaksana.

"Akan saya sampaikan ke kontraktor nya," jawabnya singkat. (Rel)
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru