Bahas Soal Pilkada Serentak 2022, DPR Aceh Rapat dengan KIP dan Banwaslu

BANDA ACEH - Komisi I DPR Aceh melakukan pertemuan mendadak dengan KIP Aceh dan Banwaslu / Panwaslu Aceh yang bertempat di Ruang Rapat Komisi I DPR Aceh, (19/02/2020).

Hadir dari KIP Aceh adalah Samsul Bahri, SE, MM (Ketua), Ir. Tharmizi, M.H (Wakil Ketua) dan Muhammad SE.AK, M.SM, Munawarsyah S.HI, MA, Akmal Abzal S.HI, masing-masing Anggota. Sedangkan dari Banwaslu/Panwaslu Aceh diwakili oleh Pejabat Sekretariat dikarenakan para Komisioner Banwaslu/Panwaslu Aceh sedang berdinas ke Luar Daerah.

Perwakilan Banwaslu/Panwaslu Aceh menyampaikan permohonan maaf dan salam hormat dari para Komisioner kepada Pimpinan dan Anggota DPR Aceh serta memohon agar dapat menjadwalkan kembali pertemuan dengen Komisi I DPR Aceh.

Acara itu dihadiri Komisi I DPR Aceh yaitu Tgk. Muhammad Yunus Yusuf (Ketua), Drs. H. Taufik, MM Wakil Ketua), Fuadri, S.Si. M.Si dan Bardan Sahidi masing-masing sebagai Anggota.

Dalam rapat dengan KIP Aceh, Ketua Komisi I DPR Aceh, Tgk. Muhammad Yunus Yusuf menegaskan bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak di Aceh tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Komisi I DPR Aceh, dimana Undang-undang ini merupakan aturan yang bersifat lex specialist dan merupakan sebuah resolusi konflik yang berkepanjangan.

Senada dengan hal tersebut Fuadri menambahkan bahwa DPR Aceh akan mendorong agar UUPA menjadi landasan pijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan agenda politik di Aceh.

Pada kesempatan tersebut Bardan Sahidi membahas terkait dengan bagaimana peran KIP Aceh terhadap posisi Gubernur Aceh definitive dan pengusulan Calon Wakil Gubernur paska putusan Mahkamah Agung terhadap Gubernur non Aktif Irwandi Yusuf yang sudah inkrah.

"Dan dalam waktu dekat ini apakah KIP Aceh sudah menerima salinan keputusan tersebut.?," tanya Bardan.

KIP Aceh langsung menjawab bahwa partai pengusung mengajukan calon dengan pernyataan dukungan oleh pimpinan masing-masing partai pengusung, mekanisme pengajuan calon Wakil Gubernur dan mengajukan dua nama ke Gubernur Aceh dan Gubernur Aceh menyampaikan ke DPR Aceh untuk dilakukan pemilihan sesuai dengan mekanisme DPR Aceh, menurutnya, KIP Aceh tidak mempunyai peran di tahapan ini.

Wakil Ketua KIP Aceh menjelaskan bahwa sebagai penyelenggara, KIP Aceh sangat membutuhkan kepastian hukum, kalau waktu mendekati tahapan Pilkada ini belum ada kejelasan tentang Pilkada Tahun 2022 ini akan memperumit jalannya pilkada kedepan. KIP Aceh sudah mempersiapkan anggaran dan untuk Pilkada sepenuhnya dari APBA dan akan dilakukan penyesuaian. Dalam mengkaji pelaksanaan Pilkada Serentak di Aceh, kita bisa melihat pada Putusan MK Nomor 61 Tahun 2017 yang digugat oleh Tgk. H. Muharuddin yang pada saat itu sebagai Ketua DPR Aceh, maka diatur dalam UUPA tidak dapat diubah tanpa konsultasi DPR Aceh.

Pasal 65 dalam UUPA harus pertahankan oleh DPR Aceh dalam pijakan hukum pelaksanaan Pilkada Serentak. Namun perlu kehati-hatian dalam menyimpulkan kebijakan Pilkada Serentak pada tahun 2022 atau tahun 2024 karena ada pemangku kepentingan di Aceh yang berbeda pandangan.
Komisioner KIP Aceh, Munawarsyah secara lugas menjelaskan bahwa Pilkada serentak di Aceh bisa dilaksanakan secara asimetris dimana sistem ini memungkinkan adanya perbedaan mekanisme pelaksanaan pilkada antar daerah, dimana perbedaan tersebut bisa dikarenakan suatu daerah memiliki karakterristik tertentu, seperti kekhususan dalam aspek administrasi, budaya ataupun aspek strategis lainnya. Hal ini dijamin keberadaannya dalam pasal 18B UUD Tahun 1945, dimana Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang.

Pelaksanaan Pilkada di Aceh merujuk pada UUPA pasal 65 dan pasal 73, pasal 65 ayat (1) bahwa pelaksanaan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/ Wakil Walikota dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap 5 (lima) tahun sekali melalui pemilihan langsung secara demokratis, bebas, rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil. Aceh sesungguhnya sebagai pelopor pelaksanaan Pilkada langsung dan serentak serta calon perseorangan di Indonesia.

Bagaimana penyelenggaraan Pilkada skema pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, kita melihat lagi pada BAB XXV Ketentuan Lain-Lain Pasal 199 menegaskan bahwa Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Frasa sepanjang tidak diatur lain dalam undang-undang tersendiri ini yang menjadi dasar pengecualian sebagai penyelenggaraan pemilihan di Provinsi Aceh, dimana UUPA adalah undang-undang tersendiri yang mengatur lain.

Ketua Komisi I DPR Aceh memberikan apresiasi keputusan KIP Aceh karena akan mempertahankan UUPA. Komisi I DPR Aceh tegaskan bahwa Pilkada serentak di Aceh harus sesuai dengan UUPA yaitu dilaksanakan pada Tahun 2022. Terkait anggaran dan Kenderaan Dinas KIP Aceh akan kami dibicarakan secara internal Komisi I DPR Aceh. []
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru