Muhammad Nazar Dinilai Sedang Mencoba Meludah ke Atas

BANDA ACEH - Tanggapan Muhammad Nazar terkait isu referendum yang bergulir dinilai sebagai bentuk mulai terkikisnya nilai-nilai perjuangan ke-Acehan di dalam diri Muhammad Nazar.

Penilaian ini disampaikan oleh mantan Wakil Ketua Pemuda Aceh Selatan (PAS) Fajriel Darmi kepada media, Jum'at, (31/05/2019) dini hari.

Menurut Fajriel, ungkapan Muhammad Nazar "Bek Culok rakyat Aceh lam Mon Tuha" itu seakan menunjukkan referendum itu sebagai Mon Tuha" yang seakan-akan tak elok. 

Hal ini dinilai secara tidak langsung Muhammad Nazar sedang mencoba meludah ke atas.

"Seharusnya sebagai tokoh yang pernah ikut menggerakkan referendum Bang Nazar tak perlu menunjukkan sikap yang terlalu sensitif terkait isu referendum. Semestinya, beliau justeru memberikan masukan-masukan kepada rakyat agar referendum itu berjalan damai dan demokratis sesuai yang termaktub di dalam konstitusi," ujarnya.

Masih kata Fajriel, dia (Muhammad Nazar-red) juga mengatakan rakyat sudah pintar menilai, supaya ke depan Aceh tak terjebak lagi dalam permainan genderang orang lain. "Ini pernyataannya akan menjadi tanda tanya di publik, terutama generasi sekarang, apakah dulu ketika 1999, Muhammad Nazar terjebak terjebak genderang orang lain? Sehingga bahasa referendum itu seakan membuatnya harus gelisah berlebihan," tambahnya.

Fajriel juga mengherankan bahasa Muhammad Nazar yang menyebutkan Aceh dan Jawa siapkan diri menghadapi kemungkinan, tapi tidak mesti referendum. "Pernyataan itu benar-benar kontradiktif. Justeru hal itu akan menyeret publik untuk menganggap sepertinya yang ngomong itu ukan Muhammad Nazar yang Dulu," imbuhnya.

Fajriel menyebutkan, wacana Referendum yang ditawarkan oleh Mualem itu hendaknya direspon positif, tidak sensitif. "Itukan pendapat Mualem jadi harus dihargai, tinggal lagi bagaimana wacana tersebut dilakukan sesuai dengan konstitusi di negeri yang demokratis ini. Kita justeru berharap sebagai salah satu penggerak tuntutan Referendum pada 1999 tempo hari, Muhammad Nazar memberikan masukan-masukan agar wacana referendum tersebut berjalan baik dan kegagalan-kegagalan yang pernah terjadi pada masa lalu," cetusnya.

Fajriel melanjutkan, referendum itu kan jejak pendapat bukan konflik, jadi jangan disalah tafsirkan terlalu dini. "Wacana Referendum itu dilakukan untuk  untuk melihat keinginan rakyat Aceh itu cenderungnya seperti apa. Toh, di negara-negara dengan demokrasi maju seperti Swiss referendum itu dilaksanakan sampai 3-4 kali setahun, bahkan urusan tanduk sapi pun pernah direferendumkan di Swiss. Jadi jangan sensitif apa lagi alergi terhadap kata referendum karena cara itu dibenarkan di negara yang menganut sistem demokrasi termasuk Indonesia," jelasnya.

Fajriel meminta agar semua tokoh berumbuk, duduk untuk merespon dan merencanakan wacana referendum ini agar berjalan baik sesuai konstitusi dan tak melanggar nilai-nilai demokrasi. "Sudahlah hentikan spekulasi dan kepentingan pribadi, kita jawab kerinduan rakyat dengan memberikan kesempatan rakyat berpendapat melalui referendum," tandasnya. (Rel)
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru