DPR Aceh Gelar Rapat Paripurna Agenda Penetapan Dua Rancangan Qanun Inisiatif DPRA


BANDA ACEH – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) membahas 2 Rancangan Qanun, yakni Raqan lembaga Wali Nanggroe dan  Perlindungan Satwa. Kedua Qanun ini untuk penguatan Lembaga Wali Nanggroe dan melindungi hutan Aceh serta mengatasi konflik satwa liar dengan manusia dapat diminimalisir, , Jumat, (24/5/2019).

Pengusul pertama berasal dari Komisi I DPRA, yaitu Tentang Perubahan Kedua Atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 Lembaga Wali Nanggroe. Ketua Komisi I DPRA, Azhari menjelaskan perubahan qanun ini dititik beratkan kepada penguatan Lembaga Wali Nanggroe itu sendiri. Diharapkan perubahan regulasi ini dapat mempermudah kinerja lembaga tersebut.

Pengusul kedua berasal dari Komisi II DPRA, yaitu tentang Rancangan Qanun Aceh Tentang Perlindungan Satwa. Ketua Komisi II DPRA, Nurzahri menjelaskan perubahan qanun ini bertujuan agar hutan Aceh dapat lebih terlindungi serta penguatan regulasi agar konflik satwa liar dengan manusia dapat diminimalisir.

Menyangkut perubahan qanun lembaga Wali Nanggroe menurut Ketua Komisi I DPRA, Azhari, tidak lain untuk penguatan lembaga Wali Nanggroe. Serta untuk mempermudah dan meningkatkan kinerja lembaga sekaligus memperbaharui struktural yang ada di lembaga Wali Nanggroe.

“Supaya nanti mudah dan berjalan lancar, jadi tidak ada lagi multi tafsir. Jadi keberadaan lembaga Wali Nanggroe benar-benar independen,” paparnya.

Ketua Komisi II, Nurzahri, mengatakan, pihaknya menginginkan polisi hutan (Polhut) dan petugas pengamanan hutan (Pamhut) di Aceh dipersenjatai dan diberi kewenangan melakukan penindakan langsung berupa tembak ditempat bagi para pemburu satwa.

“Raqan Perlindungan Satwa ini kita usulkan menjadi raqan inisiatif lembaga (dewan). Draft qanunnya sudah kita siapkan,” kata Nurzahri.

Menurutnya, kepemilikan senjata api bagi jajaran polhut/pamhut ini merupakan salah satu yang diatur di dalam Rancangan Qanun (Raqan) Perlindungan Satwa yang rencananya akan diusulkan menjadi raqan inisiatif dewan.

Dia menjelaskan, tingginya kasus perburuan satwa yang dilindungi dan kritisnya populasi satwa kunci di Aceh, seperti Harimau, Gajah, Badak Sumatera, dan Orangutan. Populasi sejumlah satwa kunci saat ini terancam punah.

“Harimau Sumatera misalnya, populasinya di Aceh saat ini sudah berada di level sangat rentan  ke level punah. Demikian juga dengan Badak Sumatera, Gajah, serta Orangutan,” tegasnya.

Rapat Paripurna pembahasan penetapan kedua Qanun tersebut dipimpin oleh  Wakil Ketua DPRK, Sulaiman Abda, T. Irwan Djohan, di Gedung Utama DPRA dihadiri Asisten III Setda Aceh, Kamaruddin Andalah, anggota DPRA dan sejumlah unsur Forkopimda. [*]
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru