"Haba Peuingat" Untuk Senator Gazhali Abbas Terkait "Cornelius"

PIDIE --- Peuhina Musôh vs Peumulia Jamée,  Dalam budaya orang Aceh tidak ada istilah memuliakan Musuh. Bisa dipastikan bahwa orang Aceh yang memiliki harga diri akan tetap melawan atau "Teung Bila" apabila harga dirinya dijatuhkan, Senin 8 Mei 2017.

Musuh dan Teung Bila itu akan dilakukan kepada 5 golongan ini: (1) Orang yang menghina agama Allah (2) Orang yang melakukan penghinaan atas ibu-bapaknya (3) Orang yang melecehkan anak perempuan seseorang (4) Orang yang melecehkan Istri seseorang, dan (5) Orang yang curang melebihkan tapal batas dalam hal pertanian.

Kelima prilaku ini, orang Aceh yang memiliki marwah akan membalasnya. Sebagaimana digambarkan dalam Maja Aceh; Beutamaté bak limông pat malée; Keu sa Agama Allah ji peuhina. Dua ma ngôn Ku teuh ji peumalée. Lhée aneuk dara teuh jipeukaru. Peuet inông peureumöh ka gôp cuca. Limông ceue ji peuiseuk ie jipeuthô jan seumula.

Hal yang paling tinggi dalam harga diri orang Aceh adalah kemuliaan agamanya. Untuk lima hal itulah orang Aceh lebih baik mati dari pada dihina; Nibak putéh mata, get putéh tuleueng. Saya salut bagi anda yang telah mau tampil dan mau bergerak untuk mempertahankan "Marwah" ini sebagai identitas orang Aceh.

Lima golongan itu adalah musôh ureung Aceh yang tidak memiliki tempat untuk dimuliakan. Mereka yang tidak merasa tehina ketika lima hal itu dilakukan oleh orang lain, saya pastikan mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki harga diri. Mereka adalah orang-orang hina yang tidak paham siapa mereka sebenarnya.
Nah, bagaimana dengan konsep Jamée? Ingat filosofi Rumôh Aceh?

Rumôh Aceh terdiri dari tiga bagian utama; Seuramöe Keue (Serambi Depan), Tungai (Ruang Tengah), dan Seuramöe Likôt (Serambi Belakang). Untuk menuju ketiga bagian ini, seorang tamu harus menaiki tangga dan melewati pintu yang menghadap dinding depan rumah. Siapapun dan apapun pangkat Anda, untuk masuk dan turun dalam Rumôh ureung Aceh harus menunduk, jika tidak anda akan meupôk bara (tertabrak dengan dinding/alas rumah). Hal ini menegaskan bahwa orang Aceh akan selalu "welcome" bagi siapapun yang tidak 'meninggikan' dirinya, dan juga Pintu masuk rumah orang Aceh mengajarkan bahwa; setinggi apapun anda menaiki tangga kehidupan, dipuncaknya anda harus tetap tunduk (rendah diri) sebagai seorang manusia.

Jika anda tetap rendah diri, anda akan diterima secara terbuka oleh orang Aceh di Seuramöe Keue (serambi depan) dengan Ranup dan sajian seadaanya sebagai tanda kemuliaan. Seorang Aceh tidak pernah memasukkan tamunya langsung ke Tungai (Ruang Tengah), karena Tungai adalah tempat pribadi dan bersifat tertutup serta memiliki nilai yang tinggi diantara bagian utama lainnya dalam Rumôh Aceh. Tungai diperuntukkan untuk orang tua atau anak perempuannya yang sudah menikah.

Maka, Tungai dalam rumah Aceh lebih tinggi letaknya dari pada Seuramöe Keue dan Seuramöe Likôt. Jika anda sudah menjadi bagian dari orang Aceh, maka anda juga akan mendapatkan akses untuk menuju Tungai sebagai tanda penerimaan, sehingga akhirnya anda akan dapat mengakses dengan mudah Seuramöe Likôt yang terdapat dapur dan bagian rumah tangga lainnya.

Hal ini, mengingatkan kita pada maja; Ureung Aceh, meunjöe haté hana teupéh bôh kréh jeut taraba. Tapi meunjöe haté ka teupéh bu leubéh han geupeutaba.

Salah satu hal yang membuat haté ureung Aceh sejati itu teupéh adalah identitas atau lima hal yang saya sebutkan diatas. Siapapun Anda (lebih lagi seorang tamu), jika anda seorang yang menistakan dan menghinakan Allah jangan coba-coba masuk dalam kehidupan orang Aceh. Orang Aceh geutém maté bak limông peukara njan.

Maka, jika anda berpikir bahwa konsep "Peumulia Jamée Adat Geutanjôe" berlaku untuk siapapun termasuk seorang musôh, saya pastikan anda keliru dan sedang mencari pembenaran. Karena sesungguhnya orang Aceh tahu siapa "Jamée" dan siapa "Musôh". Orang Aceh sangat paham kiban cara geupeumulia jamée, dan kiban cara geupeuhina musôh.Tabék! [ Rilis: Haekal Afifa| Nz]
 
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru