Merespon Gelombang Fitnah

FITNAH adalah bagian dari seni politik kuno untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan dengan cara-cara busuk. Ia seringkali mengambil bentuk pembunuhan karakter seseorang lewat penyebaran kebohongan secara bertubi-tubi. Fitnah digunakan untuk mengobarkan perang melawan kelompok lain yang tidak bersalah. Ia juga dipakai untuk menghancurkan citra seseorang di depan masyarakat. Entah karena alas an pribadi,seperti dendam membara atau persaingan yang tak sehat baik didalam bisnis ataupun politik.

Fitnah dan sejarah dalam bukunya yang berjudul The devil in the holy water, or the art of slander from Louis XIV to Napoleon ( Iblis didalam air suci,atau seni memfitnah dari Louis XIV sampai Napoleon). Robert Darnton, Dosen di universitas Harvard AS, melihat bagaimana fitnah mendorong revolusi berdarah di perancis melawan kerajaan Louis pada akhir abad 18 lalu. dDalam arti ini, fitnah tidak bisa di pisahkan dari politik busuk lainnya seperti penipuan, pengkhianatan, pemerasan dan suap menyuap. Semuanya bergabung,dan membentuk politik busuk di Perancis setelah revolusi. Dan ironisnya, praktek tersebut tak berhenti dan tetap menjadi bagian dari politik banyak Negara dewasa ini.

Korban fitnah sering kali dicap sebagai kelompok berbahaya. Misalnya orang-orang yang difitnah sebagai musuh revolusi atau musuh perdamaian akan berakhir mati di ujung pisau Guillotine. Di era Stalin di Unisoviet, orang-orang yang difitnah sebagai musuh komunisme akan masuk dan mati di kamp-kamp kerja paksa Siberia. Halyang sama juga terjadi di Indonesia khususnya di tempat kita Aceh tercinta. Mereka yang difitnah,dihasud dan dikucilkan dari komunitas masyarakat tanpa dalil yang cukup dan tanpa bukti, dipenjara tanpa proses peradilan yang sah, dan mengalami penindasan social dari masyarakat selama puluhan tahun. Ini juga berlaku untuk keluarganya. Yang menyedihkan adalah, bahwa masyarakat mencintai gossip dan fitnah. Keduanya menjadi bagian dari industry hiburan dunia. Fiksi dan fakta bercampur baur,tanpa bias dipisahkan. Orang tertawa bahagia melihat orang menderita, akibat fitnahan yang dituduhkan padanya. Gosip dan fitnah,yang sering kali bertaut erat tak terpisahkan,laku terjual diseluruh dunia,bagaikan kacang goring. Para pelaku fitnah biasanya menyerang kehidupan pribadi seseorang, seperti peselingkuhan seorang politikus dengan perempuan simpanannya,masalah korupsi dan lain-lain. Namun,tujuan sebenarnya adalah sarat dengan unsur politis. Didalam fitnah,didalam kehidupan social dan kehidupan pribadi bercampur baur secara membingungkan. Alat kelamin bias langsung terkait dengan jumlah tunjangan yang diterima perbulannya. Darnton menyebutnya “ dari rumah bordil tersambung ke Istana Presiden”.

Para pemfitnah mereka seperti orang kelaparan. Mereka lapar untuk melihat kehancuran orang lain atau kelompok lain. Mereka lapar menyebar kebohongan dan penderitaan. Mereka memperoleh kenikmatan,persis ketika kehancuran terjadi. Sekarang ini kita kesulitan untuk memisahkan antara kenyataan dan fitnah. Media bermain digaris batas yang tak pernah jelas antara fitnah dan kebenaran. Tujuannya bisa politis,atau untuk memuaskan kepentingan maupun dendam pribadi. Apapun itu,kebohongan yang tersebar akan menjadi racun bagi kehidupan bersama. Melampaui fitnah di era digital dan jaringan social ini. Fitnah bertebaran di udara,bagai debu di jalanan Ibu Kota. Kebohongan begitu cepat tercipta dan tersebar. Kita, ataupun keluarga maupun teman kita, kerap menjadi korban dari fitnah yang tanpa ampun tersebut. Apa yang dilakukan sebaiknya ketika ini terjadi??. Ada beberapa langkah yang bisa diambil dihadapan fitnah. Yang pertama adalah tetap tenang. Ketenangan ini berakar pada kejernihan hati dan fikiran. Keduanya berakar pada pemahaman tentang siapa diri kita sebenarnya.

Yang kedua adalah menghadapi si pemfitnah secara langsung dengan kejernihan hati dan fikiran. Kita perlu menjelaskan duduk perkara sebenarnya. Baik kepada si pemfitnah maupun kepada masyarakat luas. Kita jelaskan seperlunya,tanpa terlihat ingin membela diri. Jika si pemfitnah tidak mau mendengar,dan tetap menyebarkan kebohongan dan kebencian, maka tinggalkan saja dia.

Yang ketiga adalah belajar dari pengalaan yang ada. Kita perlu belajar,mengapa kita difitnah pada awalnya. Pelajaran tersebut membantu kita untuk brtambah bijak dan dewasa didalam menanggapi berbagai peristiwa kehidupan. Sejauh bisa dihindari,sumber tindakan yang mengundang fitnah memang sebaiknya dijauhi.

Yang ke empat  adalah dengan melepas segala dendam. Ketika difitnah, kita sering sekali ingin menyerang balik dengan menggunakan fitnah balasan, atau bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Ini bukanlah jalan yang tepat. Dendam akan melahirkan rantai kekerasan dan penderitaan yang taka da habisnya, maka Ia sebaiknya di hindari.

Kita bisa menjadikan fitnah dan penderitaan yang kita alami sebagai dasar untuk membantu orang lain merenungkan arti kehidupan yang sesungguhnya. Fitnah dan derita bisa menjadi teman kita untuk semakin bijak dan penuh welas asih dalam kehidupan. Inilah ilmu tertinggi yang bisa diperoleh oleh manusia. Ketika pohon semakin tegak berdiri,angina juga menghantam semakin kencang, seperti fitnah menghantam seseorang yang berhasil meniti hidupnya ke titik yang tinggi. Apa yang tercipta pasti akan musnah. Itulah hokum baja kehidupan yang tak bisa dilawan. Yang penting adalah kita bisa menemukan kedamaian dan kejernihan didalam hati kita saat demi saat di dalam hidup.

Salam sejahtera untuk Rakyat Aceh tercinta…
Oleh; T. Achyarsyah
Penulis S2 bidang teologi dan filsafat
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru