HL
Hukrim
JAM Pidum Setujui Restorative Justice atas Kasus Penganiayaan Keuchik di Peulimbang
BIREUEN- Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen kembali menorehkan komitmennya dalam mengedepankan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penanganan perkara pidana. Pada Senin, 21 Juli 2025, bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Bireuen, Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi, S.H., M.H., didampingi oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Firman Junaidi, S.E., S.H., M.H., serta tim jaksa fasilitator, resmi melaksanakan proses ekspose penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap perkara tindak pidana penganiayaan atas nama tersangka J.
Ekspose yang dilakukan secara virtual ini turut dihadiri oleh Direktur OHARDA pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), Nanang Ibrahim Saleh, S.H., M.H., serta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Yudi Triadi, S.H., M.H., yang memberikan persetujuan atas permohonan penghentian penuntutan melalui mekanisme keadilan restoratif.
Perkara ini bermula pada Selasa, 29 April 2025, sekitar pukul 19.00 WIB, ketika tersangka J meminta korban untuk datang ke kediamannya guna menyelesaikan perselisihan antara dirinya dengan kakak korban. Korban yang beritikad baik, mendatangi rumah tersangka di Desa Seunebok Aceh, Kecamatan Peulimbang, Kabupaten Bireuen, didampingi oleh kakaknya. Setibanya di lokasi, terjadi perdebatan yang memicu cekcok antara korban dan tersangka. Dalam kondisi emosi yang memuncak dan menganggap korban bersikap provokatif serta mengancam, tersangka J kemudian melayangkan pukulan ke arah bawah telinga kiri korban, hingga korban terjatuh ke tanah.
Atas tindakannya tersebut, tersangka J disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan, yang diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Namun demikian, setelah melalui serangkaian proses mediasi dan pendekatan persuasif yang difasilitasi oleh jaksa, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan perkara ini secara damai. Berdasarkan prinsip keadilan restoratif yang menitikberatkan pada pemulihan dan keseimbangan antara pelaku, korban, dan masyarakat, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujui penghentian penuntutan terhadap perkara ini.
Kepala Kejari Bireuen menyampaikan bahwa penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif merupakan wujud nyata humanisasi hukum, yang tidak hanya bertumpu pada penghukuman semata, tetapi juga membuka ruang pemulihan hubungan sosial dan harmonisasi di tengah masyarakat.(Rel)
Via
HL