Komitmen DPRK Lhokseumawe Dorong Penguatan Baitul Mal: Ikhtiar Bersama Menuju Kota Bebas Kemiskinan

LHOKSEUMAWE - Di tengah denyut kehidupan Kota Lhokseumawe yang terus bergerak, satu upaya tak kenal lelah terus diperjuangkan: pengentasan kemiskinan. Bukan sekadar wacana, namun menjadi komitmen nyata yang kini mulai terlihat bentuk dan arah kerjanya. 

Salah satu bukti komitmen ini datang dari ruang rapat Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Lhokseumawe, Jumat, 16 Mei 2025, ketika para wakil rakyat duduk bersama jajaran Baitul Mal dalam sebuah rapat dengar pendapat yang penuh semangat dan harapan.

Ketua Komisi D DPRK Lhokseumawe, Nurbayan, menjadi salah satu sosok yang paling vokal menyuarakan pentingnya optimalisasi peran Baitul Mal sebagai ikon keistimewaan Aceh. Lembaga ini, kata Nurbayan, bukan hanya simbol, tetapi juga salah satu alat strategis dalam memberantas kemiskinan yang masih menghantui kota kaya sejarah dan sumber daya ini.

"Program-program prorakyat Wali Kota Sayuti Abubakar patut diapresiasi, terutama dalam upaya memberdayakan masyarakat miskin melalui penguatan fungsi Baitul Mal. Kita berharap kepengurusan baru Baitul Mal dapat menjalankan peran ini dengan baik dan penuh inovasi," ujar Nurbayan.

Dalam forum tersebut, Nurbayan tak hanya memuji, tapi juga menyampaikan sejumlah catatan kritis dan strategis. Ia menyoroti pentingnya membenahi dua aspek krusial: akuntabilitas dan inovasi program. "Akuntabilitas penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Baitul Mal. Di saat yang sama, dibutuhkan terobosan dalam bentuk program-program yang kreatif dan berdampak langsung," ujarnya.

Salah satu tantangan utama saat ini adalah keterbatasan sumber dana. Baitul Mal Lhokseumawe masih sangat bergantung pada zakat dan infak yang dipotong dari gaji para Aparatur Sipil Negara (ASN). Padahal, berdasarkan kajian Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI, potensi zakat di Kota Lhokseumawe bisa mencapai Rp123 miliar per tahun jika dikelola secara maksimal.

Nurbayan mengajak semua pihak, termasuk pelaku usaha dan korporasi, untuk menjadikan Baitul Mal sebagai tempat menyalurkan dana sosial keagamaan mereka. "Sudah saatnya kita menggali potensi dari luar ASN. Pelaku usaha juga memiliki peran penting dalam mendorong pembangunan sosial lewat zakat, infak, dan sedekah mereka," katanya.

Komitmen Nurbayan dalam isu ini tidak berhenti di ruang rapat. Sebagai bentuk keseriusan, ia bahkan melakukan studi banding ke berbagai lembaga pengelola zakat di Aceh, mulai dari Baznas, Baitul Mal Aceh, hingga Baitul Mal Banda Aceh dan Aceh Besar. Pengalaman dan data dari kunjungan ini menjadi modal penting dalam menyusun masukan dan rekomendasi bagi Baitul Mal Lhokseumawe.

Salah satu temuan menarik dari kajian tersebut adalah kendala administratif dalam proses penyaluran dana zakat. Selama ini, rekening Baitul Mal tergabung dalam satu rekening bansos, yang membuat penyaluran menjadi lambat dan tidak efisien. "Alhamdulillah, saat ini sudah ada kesepakatan untuk mendorong pembentukan rekening khusus bagi infak, zakat, dan sedekah. Dan saat ini, proses tersebut sedang berlangsung di Kementerian Dalam Negeri," terang Nurbayan.

Kebijakan ini diharapkan menjadi angin segar, tidak hanya bagi Lhokseumawe, tetapi juga sebagai role model bagi daerah lain di Indonesia.

Menyentuh Akar Masalah: Pengangguran dan UMKM

Komisi D DPRK Lhokseumawe juga secara aktif menyoroti akar persoalan kemiskinan di kota ini. Salah satunya adalah tingginya angka pengangguran dan rendahnya pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Menurut Nurbayan, Baitul Mal memiliki potensi besar untuk terlibat dalam membiayai program-program pemberdayaan ekonomi masyarakat.

"Jika pengelolaan dan penyaluran dana zakat dilakukan secara tepat sasaran, maka UMKM yang hari ini mati suri bisa hidup kembali. Begitu juga dengan pengangguran, bisa kita dorong ke arah kegiatan ekonomi produktif," jelasnya.

Program pelatihan keterampilan, pembiayaan usaha kecil tanpa bunga, hingga pemberian bantuan modal usaha berbasis syariah menjadi usulan-usulan yang sedang digodok oleh Komisi D bersama pihak Baitul Mal.

Jalan Panjang Perubahan

Apa yang dilakukan DPRK Lhokseumawe, khususnya Komisi D, bukan sekadar rutinitas legislatif. Ini adalah bentuk nyata keberpihakan wakil rakyat kepada masyarakat kecil. Dengan mengangkat isu Baitul Mal ke permukaan dan mengawal transformasinya secara konsisten, Nurbayan dan rekan-rekannya tengah membangun fondasi sosial yang kuat bagi Lhokseumawe.

Program pengentasan kemiskinan memang tak akan selesai dalam semalam. Namun dengan sinergi antara pemerintah kota, lembaga keuangan syariah seperti Baitul Mal, dan dukungan legislatif yang progresif, mimpi tentang Lhokseumawe yang bebas dari kemiskinan bukanlah hal yang utopis.

"Ini adalah langkah awal. Tapi langkah awal yang strategis. Kita bergerak menuju sistem yang lebih akuntabel, lebih inovatif, dan lebih memberdayakan," tutup Nurbayan.

Di tengah geliat pembangunan kota, suara mereka yang berada di pinggiran harus tetap terdengar. Dan melalui kerja-kerja kolaboratif inilah, keadilan sosial bisa benar-benar menjadi kenyataan — bukan hanya janji. [Adv]
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru