Hukrim
Dewan Pers Tegaskan: Tidak Ada Kewajiban Verifikasi untuk Media dalam Kerja Sama dengan Pemerintah Daerah
ACEH- Dewan Pers secara tegas meluruskan persepsi keliru yang berkembang di berbagai daerah mengenai keharusan media massa untuk terlebih dahulu terverifikasi sebelum dapat menjalin kerja sama dengan instansi pemerintah. Dalam pernyataan resminya tertanggal 5 Mei 2025, Ketua Dewan Pers. Ninik Rahayu, menegaskan bahwa tidak ada regulasi resmi yang mewajibkan media harus terverifikasi untuk menjalin kemitraan dengan lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Verifikasi oleh Dewan Pers, sebagaimana dijelaskan, merupakan proses sukarela yang bertujuan meningkatkan profesionalisme dan menjamin perlindungan hukum terhadap entitas media. Hal ini tidak dimaksudkan sebagai prasyarat administratif yang mengikat atau membatasi akses media terhadap kerja sama dengan pemerintah.
"Dewan Pers tidak pernah mengeluarkan ketentuan yang menyatakan bahwa hanya media yang telah terverifikasi yang dapat bermitra dengan pemerintah. Jika terdapat tafsir semacam itu, maka hal tersebut merupakan bentuk miskonsepsi yang perlu segera diluruskan," ujar Ketua Dewan Pers dalam pernyataannya yang dikutip dari salah satu media Online.
Lebih lanjut, verifikasi perusahaan pers merupakan bagian dari upaya membangun ekosistem pers yang sehat dan profesional. Namun, status verifikasi bukanlah satu-satunya indikator kredibilitas media. Banyak media lokal dan komunitas yang belum terverifikasi tetapi tetap menjalankan praktik jurnalistik yang berkualitas, taat pada Kode Etik Jurnalistik, dan berlandaskan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Kewenangan Kerja Sama Ada pada Pemerintah, Bukan Dewan Pers
Dewan Pers juga menggarisbawahi bahwa kebijakan kerja sama antara pemerintah dan media adalah sepenuhnya kewenangan instansi pemerintah. Meski demikian, lembaga ini mengingatkan agar standar dan mekanisme evaluasi tidak dijadikan alat pembatas atau instrumen eksklusif yang mencederai semangat kebebasan pers.
"Yang lebih penting dari sekadar status verifikasi adalah kepatuhan terhadap etika jurnalistik dan penghormatan terhadap hak publik atas informasi," imbuhnya.
Praktik Diskriminatif di Bireuen: Peraturan yang Tidak Berdasar
Ironisnya, di tengah semangat inklusivitas tersebut, justru muncul praktik diskriminatif di sejumlah daerah, termasuk di Kabupaten Bireuen, Aceh. Pemerintah daerah melalui Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian (Kominfosan), didukung oleh pernyataan Pj. Sekretaris Daerah, secara eksplisit menyatakan bahwa media yang belum terverifikasi Dewan Pers tidak diberi ruang untuk menjalin kerja sama publikasi dengan pemerintah setempat.
Pernyataan ini semakin diperkuat dengan terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 46 Tahun 2022, yang dalam Pasal 9 Bab IV secara tegas mensyaratkan media harus berbadan hukum dan telah diverifikasi di Dewan Pers—minimal verifikasi administrasi—untuk dapat menjalin kerja sama.
Regulasi semacam ini tidak hanya bertentangan dengan semangat kebebasan pers, tetapi juga merupakan bentuk eksklusi administratif yang membatasi hak media lokal untuk turut serta dalam diseminasi informasi publik. Kebijakan tersebut terkesan elitis dan berpotensi menjadi bentuk pembungkaman terselubung terhadap media yang belum terverifikasi secara administratif.
Kritik Keras: Pemerintah Daerah Jangan Jadi Penghalang Profesionalisme Pers
Perlu ditegaskan, pemerintah daerah bukanlah institusi yang berwenang menentukan parameter tunggal kredibilitas media. Menutup pintu kerja sama hanya karena status verifikasi administratif adalah bentuk penyederhanaan yang menyesatkan dan menunjukkan rendahnya literasi terhadap regulasi pers.
Justru pemerintah semestinya memfasilitasi penguatan media lokal melalui pendekatan pembinaan, bukan pembatasan. Jika alasan di balik kebijakan tersebut adalah pengelolaan anggaran yang transparan dan akuntabel, maka solusinya bukan dengan memonopoli ruang kerja sama untuk segelintir media yang telah terverifikasi, melainkan melalui sistem evaluasi yang objektif dan inklusif.
Dewan Pers dalam pernyataannya juga menyerukan peningkatan literasi regulasi media bagi aparat pemerintah, agar pemahaman yang keliru tidak berujung pada kebijakan diskriminatif yang merugikan iklim kebebasan pers di daerah.
Penutup
Kebebasan pers tidak boleh dikekang oleh tafsir administratif sempit yang mengabaikan esensi kerja jurnalistik yang bertanggung jawab. Media yang kredibel adalah media yang menjunjung tinggi etika, menyuarakan kepentingan publik, dan menjaga independensi pemberitaan—bukan semata-mata yang telah memperoleh label verifikasi dari Dewan Pers.
Sudah saatnya pemerintah, terutama di daerah, berhenti menjadi penghambat dan mulai menjadi mitra strategis bagi pertumbuhan pers yang sehat dan inklusif.(Red)
Via
Hukrim