HL
Hukrim
Diduga Selewengkan Dana Pembangunan: Kejari Bireuen Damaikan Dua Kelompok Pengurus Masjid Taqwa Gandapura
BIREUEN- Mediasi atau Impunitas? Kisruh Dana Masjid Taqwa yang "Didamaikan" Kejari Bireuen atas Dugaan penyelewengan dana pembangunan Masjid Taqwa Gandapura akhirnya "diselesaikan" dalam sebuah mediasi yang difasilitasi oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H. Tapi pertanyaan besar yang menggantung di udara: apakah ini penyelesaian yang benar-benar menyentuh akar masalah, atau hanya sekadar sandiwara hukum untuk meredam kegaduhan?
Mediasi yang digelar di Waroeng Adhyaksa, kantor Kejari Bireuen, pada Selasa (4/3/2025) malam itu menghadirkan Kajari Bireuen, Kepala Seksi Intelijen, Tim Teknis, Camat Gandapura, serta pengurus lama dan baru BKM Masjid Taqwa Gandapura. Mereka duduk bersama, saling beradu argumen, dan akhirnya mencapai "perdamaian".
Tapi mari kita jujur: apakah damai itu berarti kebenaran telah ditegakkan? Ataukah ini hanya modus klasik untuk mengubur dugaan penyimpangan di bawah meja negosiasi?
Transparansi yang Samar, Kejelasan yang Dipertanyakan
Kajari Bireuen Munawal Hadi mengakui adanya persoalan transparansi dalam pengelolaan dana masjid. Namun, dengan enteng ia menyebut masalah ini hanya soal kesalahpahaman. Betulkah? Ataukah ini sekadar cara halus untuk menghindari tindakan hukum lebih lanjut?
Fakta yang tak bisa diabaikan, pada 24 Februari 2025, tim teknis Kejari Bireuen telah melakukan pengecekan fisik terhadap proyek pembangunan masjid. Namun, hingga kini tak ada laporan detail apakah proyek tersebut sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan desain yang telah ditetapkan. Jika memang ada indikasi penyelewengan, mengapa tidak ada audit terbuka? Mengapa tidak ada proses hukum yang dijalankan? Atau, apakah mediasi ini justru menjadi jalan keluar bagi mereka yang bermain di area abu-abu?
"Perdamaian" yang Menguntungkan Siapa?
Masyarakat patut curiga. Di banyak kasus serupa, "mediasi" sering kali menjadi kuburan bagi keadilan. Kesepakatan di atas meja hanya menjadi formalitas yang menguntungkan pihak-pihak berkepentingan, sementara substansi masalah tetap gelap.
Camat Gandapura, Azmi, S.Ag., dalam pertemuan itu meminta agar pengurus baru lebih transparan dalam mengelola dana. Pernyataan ini terdengar manis, tapi tanpa pengawasan ketat dan audit terbuka, ia hanya akan menjadi sekadar bualan moral tanpa dampak nyata.
Kajari Munawal Hadi juga berbicara tentang pentingnya harmoni antara pengurus dan masyarakat dalam memakmurkan masjid. Tapi harmoni tanpa pertanggungjawaban hanya akan melanggengkan impunitas.
Akankah Kasus Ini Dibiarkan Hilang?
Sekarang pertanyaan kritisnya: apakah akan ada audit menyeluruh terhadap dana masjid? Jika memang ada dugaan penyelewengan, mengapa tidak ada langkah hukum? Ataukah ini akan menjadi contoh klasik kasus yang menguap begitu saja, terkubur oleh waktu dan kepentingan?
Masyarakat tidak butuh sekadar damai yang penuh kepura-puraan. Mereka butuh kejelasan. Mereka berhak tahu ke mana perginya dana pembangunan rumah ibadah mereka. Jika keadilan bisa dinegosiasikan, maka bukan hanya masjid yang kehilangan wibawa, tetapi juga hukum itu sendiri.(Red)
Via
HL