HL
News
BPK Soroti Dampak Pemangkasan Anggaran terhadap Pemeriksaan Keuangan Negara
JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkapkan dampak dari kebijakan pemangkasan anggaran yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan tersebut tercantum dalam Laporan Kinerja BPK Tahun Anggaran 2024 dan menjadi salah satu dari sepuluh tantangan yang dihadapi lembaga tersebut dalam menjalankan tugasnya.
Dalam laporan itu, BPK menyoroti bahwa efisiensi anggaran akan berdampak pada pengurangan cakupan pemeriksaan yang dapat dilakukan. Oleh karena itu, lembaga ini harus lebih selektif dalam menentukan prioritas pemeriksaan agar tetap dapat menjalankan fungsinya secara optimal.
BPK menyatakan akan mengutamakan pemeriksaan terhadap objek yang telah ditetapkan secara tegas dalam regulasi. Selanjutnya, pemeriksaan kinerja serta pemeriksaan dengan tujuan tertentu (DTT) atas program-program prioritas pemerintah juga menjadi perhatian utama. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa transparansi dan akuntabilitas keuangan negara tetap terjaga, meskipun terjadi pemangkasan anggaran.
Selain itu, pemeriksaan terkait isu-isu strategis di tingkat daerah juga akan mendapatkan prioritas. BPK menekankan bahwa fokus pemeriksaan akan disesuaikan dengan tingkat risiko serta manfaat yang dihasilkan, dengan memaksimalkan pemanfaatan tenaga pemeriksa dan teknologi informasi guna meningkatkan efisiensi.
"Sebagai respons terhadap kebijakan efisiensi anggaran, BPK akan mengurangi jumlah pemeriksaan namun tetap menjaga kualitas dan manfaatnya dengan mengoptimalkan teknologi informasi," demikian tertulis dalam laporan tersebut.
Sebelumnya, Komisi XI DPR menyetujui pemangkasan anggaran BPK sebesar Rp 1,38 triliun. Sekretaris Jenderal BPK, Bahtiar Arif, menjelaskan bahwa pemangkasan ini setara dengan 22,49 persen dari pagu awal dalam APBN 2025, yang sebelumnya ditetapkan sebesar Rp 6,15 triliun. Dengan adanya pemotongan ini, anggaran BPK tahun ini menjadi Rp 4,77 triliun.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR pada 14 Februari 2025, Bahtiar menegaskan bahwa pemeriksaan yang masih mendapatkan alokasi anggaran adalah yang telah diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan. Sementara itu, efisiensi anggaran akan difokuskan pada belanja barang dan operasional.
Rinciannya, belanja operasional mengalami pemangkasan sebesar 47,42 persen, dari Rp 670,62 miliar menjadi Rp 352,61 miliar. Anggaran untuk pemeriksaan juga turun 49,40 persen, dari Rp 1,3 triliun menjadi Rp 657,99 miliar. Sedangkan belanja nonpemeriksaan berkurang 51,24 persen, dari Rp 718,06 miliar menjadi Rp 350,16 miliar.
Namun, belanja pegawai tetap tidak mengalami pemotongan guna memastikan hak-hak pegawai tetap terpenuhi, dengan anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 3,325 triliun. [tempo]
Via
HL