Gubernur Aceh Muallem Hapus QR Barcode BBM, DPRA: Ini Bukan Pernyataan Asal-Asalan


BANDA ACEH – Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf (Muallem) secara tegas  menghapus kebijakan penggunaan QR barcode dalam penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di seluruh  Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Aceh. Keputusan ini diumumkan tak lama setelah dirinya resmi dilantik oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dalam sidang paripurna DPR Aceh, Rabu, 12 Februari 2025.  

Pernyataan Muallem ini langsung mendapat dukungan dari Wakil Ketua Komisi I DPR Aceh, Rusyidi Mukhtar alias Ceulangiek. Ia menegaskan bahwa kebijakan Gubernur Aceh bukanlah keputusan spontan atau tanpa pertimbangan matang, melainkan telah melalui kajian mendalam berdasarkan realitas di lapangan serta keluhan masyarakat yang selama ini merasa dirugikan oleh sistem barcode BBM.  

"Ini bukan omongan spontan atau tanpa dasar," ujar Ceulangiek, Selasa (18/2/2025).  

Menurutnya, Muallem adalah pemimpin yang paham betul kondisi di tengah masyarakat. Pernyataannya mengenai penolakan kebijakan QR barcode BBM mencerminkan suara rakyat Aceh, yang merasa kebijakan ini justru menyulitkan masyarakat kecil dalam mendapatkan BBM bersubsidi.  

Sistem QR barcode BBM awalnya diterapkan sebagai upaya untuk menyalurkan BBM subsidi secara tepat sasaran, mencegah penyelewengan, dan memastikan subsidi benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak. Namun, dalam praktiknya, kebijakan ini justru menimbulkan sejumlah masalah baru yang merugikan masyarakat kecil.  

"Di lapangan, justru masyarakat kecil yang terkena dampaknya. Muallem tidak ingin rakyat Aceh dizalimi dengan kebijakan ini. Ini bukan soal menolak teknologi, melainkan menolak ketidakadilan," tegas Ceulangiek.  

Mengapa Aceh Dijadikan Uji Coba QR Barcode BBM?  

Salah satu hal yang dipertanyakan oleh Ceulangiek adalah mengapa Aceh dipilih sebagai daerah uji coba sistem QR barcode BBM, sementara provinsi lain dengan jumlah kendaraan lebih banyak justru tidak dijadikan prioritas dalam penerapan kebijakan ini.  

Menurutnya, secara logika, jika tujuan sistem barcode adalah mencegah penyalahgunaan BBM subsidi, seharusnya daerah yang memiliki jumlah kendaraan lebih tinggi seperti Sumatera Utara, Jakarta, atau Jawa Barat yang lebih dahulu menerapkan kebijakan ini.  

"Mengapa harus Aceh? Dengan penduduk hanya sekitar lima juta jiwa dan sebagian kendaraan berpelat BK yang pajaknya masuk ke Sumut, kebijakan ini terasa janggal," ujarnya.  

Ia menambahkan bahwa jumlah kendaraan di Aceh jauh lebih sedikit dibandingkan provinsi tetangga, sehingga potensi penyalahgunaan BBM subsidi juga lebih kecil. Oleh karena itu, menurutnya, Aceh tidak seharusnya dijadikan sebagai daerah percontohan kebijakan yang berdampak luas terhadap masyarakat kecil.  

"Logikanya, jika ada penyalahgunaan, justru daerah dengan jumlah kendaraan tinggi yang menjadi prioritas, bukan Aceh," imbuhnya.  

Ceulangiek juga menyoroti peran Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, yang menurutnya belum menunjukkan langkah konkret dalam menyikapi keluhan masyarakat terkait QR barcode BBM.  

Ia menilai Dinas ESDM seharusnya lebih proaktif dalam menangani persoalan ini dengan melakukan koordinasi dengan pihak Pertamina untuk mencari solusi yang lebih adil bagi masyarakat.  

"Seharusnya Dinas ESDM lebih proaktif. Lakukan koordinasi dengan pihak Pertamina agar ada titik temu. Jangan diam saja saat rakyat kesulitan," katanya.  

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa QR barcode BBM sempat dihentikan sementara saat berlangsungnya PON XXI di Aceh. Keputusan ini semakin memperkuat dugaan bahwa kebijakan ini memang tidak bersifat mutlak, melainkan dapat disesuaikan dengan kondisi tertentu.  

"Saat PON XXI, barcode ditiadakan sementara demi memudahkan tamu dari luar daerah. Ini bukti nyata bahwa penerapan barcode sebenarnya tidak mutlak," paparnya.  

Muallem Tegas Tolak Kebijakan QR Barcode BBM  

Melihat berbagai permasalahan yang muncul akibat sistem ini, Muallem mengambil langkah tegas untuk menghapus kebijakan QR barcode BBM di Aceh. Ia berkomitmen untuk memastikan rakyat Aceh tidak menjadi korban kebijakan yang dianggap tidak adil.  

Menurut Ceulangiek, langkah yang diambil oleh Muallem adalah upaya untuk melindungi kepentingan masyarakat Aceh, terutama bagi mereka yang sangat bergantung pada BBM subsidi untuk menjalankan kehidupan sehari-hari.  

"Muallem ingin memastikan rakyat Aceh tidak menjadi korban dari kebijakan yang tidak adil. Jika pusat ingin menjaga distribusi BBM subsidi, harusnya kebijakan dibuat secara proporsional, bukan malah menyulitkan masyarakat Aceh," tuturnya.  

Sebagai wakil rakyat, Ceulangiek berharap pemerintah pusat dan pihak Pertamina dapat meninjau ulang kebijakan QR barcode BBM di Aceh. Ia meminta agar evaluasi mendalam dilakukan sebelum kebijakan ini diterapkan kembali di masa mendatang.  

"Kebijakan ini harus dievaluasi. Masyarakat kecil yang benar-benar membutuhkan BBM bersubsidi jangan sampai dikorbankan hanya demi percobaan kebijakan yang belum tentu efektif," pungkasnya.  [Adv]
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru