Adv
Budpar
Wisata
Pesona dan Sejarah Masjid Tuha Ulee Kareng, Saksi Perkembangan Islam di Aceh
Di tengah padatnya pemukiman Desa Ie Masen, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, berdiri kokoh Masjid Tuha Ulee Kareng. Masjid yang telah berusia ratusan tahun ini menjadi salah satu saksi bisu perkembangan Islam di Tanah Rencong dan kini ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
Keberadaan masjid ini diyakini sudah ada sejak akhir abad ke-18 Masehi, pada masa penjajahan Belanda di Aceh. Bentuk arsitekturnya serupa dengan masjid-masjid tua di Nusantara, dengan atap tumpang yang khas.
Masjid Tuha Ulee Kareng memiliki desain unik berbentuk persegi empat dengan pekarangan yang tidak begitu luas, jaraknya hanya sekitar 1,2 meter dari pinggir jalan. Untuk memarkirkan kendaraan, pengunjung harus menggunakan sisi kanan masjid yang memiliki sedikit ruang.
Masjid ini tidak memiliki jendela. Dindingnya semi permanen dan dilengkapi penutup dari bilah-bilah kayu kecil untuk sirkulasi udara. Atapnya berbentuk limas bertingkat dua, berbeda dengan masjid tua lainnya di Aceh yang biasanya memiliki tiga tingkat seperti Masjid Tuha Indrapuri dan Tgk Di Anjong.
Masuk ke dalam, masjid ini ditopang oleh 16 tiang penyangga kayu berbentuk bulat persegi delapan, dihiasi dengan ukiran kaligrafi. Tiang dan galangan ini masih asli meskipun atapnya telah direnovasi dari anyaman rumbia menjadi seng.
Keberadaan masjid ini diyakini sudah ada sejak akhir abad ke-18 Masehi, pada masa penjajahan Belanda di Aceh. Bentuk arsitekturnya serupa dengan masjid-masjid tua di Nusantara, dengan atap tumpang yang khas.
Masjid Tuha Ulee Kareng memiliki desain unik berbentuk persegi empat dengan pekarangan yang tidak begitu luas, jaraknya hanya sekitar 1,2 meter dari pinggir jalan. Untuk memarkirkan kendaraan, pengunjung harus menggunakan sisi kanan masjid yang memiliki sedikit ruang.
Masjid ini tidak memiliki jendela. Dindingnya semi permanen dan dilengkapi penutup dari bilah-bilah kayu kecil untuk sirkulasi udara. Atapnya berbentuk limas bertingkat dua, berbeda dengan masjid tua lainnya di Aceh yang biasanya memiliki tiga tingkat seperti Masjid Tuha Indrapuri dan Tgk Di Anjong.
Masuk ke dalam, masjid ini ditopang oleh 16 tiang penyangga kayu berbentuk bulat persegi delapan, dihiasi dengan ukiran kaligrafi. Tiang dan galangan ini masih asli meskipun atapnya telah direnovasi dari anyaman rumbia menjadi seng.
Pahatan kaligrafi pada tiang penyangga meliputi doa i'tikaf, qunut, serta dua kalimat syahadat. Namun, beberapa bagian kayu mulai rapuh termakan usia.
Di kompleks masjid ini juga terdapat makam kesultanan dan para ulama, seperti Teuku Meurah Lamgapang dan anak-anaknya hingga Ulee Balang lainnya. Teuku Meurah adalah pejabat Ulee Balang III Mukim Ulee Kareng pada masa itu.
Di kompleks masjid ini juga terdapat makam kesultanan dan para ulama, seperti Teuku Meurah Lamgapang dan anak-anaknya hingga Ulee Balang lainnya. Teuku Meurah adalah pejabat Ulee Balang III Mukim Ulee Kareng pada masa itu.
Meskipun tidak ada referensi pasti tentang tahun pembangunannya, dalam catatan sejarah, masjid ini berdiri setelah kedatangan Habib Abdurrahman bin Habib Husein Al-Mahdali atau Habib Kuala Bak U pada tahun 1826, seorang ulama dari Yaman. Kedatangan Habib Kuala Bak U dimediasi oleh Teuku Meurah Lamgapang yang menginginkan penguatan syiar Islam di Ulee Kareng dan mewakafkan tanahnya untuk membangun tempat ibadah dan pusat pendidikan Islam.
Teungku Saifuddin, pengurus sekaligus Imam Masjid Tuha Ulee Kareng, menjelaskan bahwa bangunan masjid ini masih mempertahankan ciri khasnya meskipun beberapa bagian sudah direnovasi. "Tiang penyangga dan ukiran-ukirannya itu masih asli," katanya.
Kini, masjid ini digunakan sebagai Taman Pendidikan Alquran (TPA) bagi anak-anak dari sore hingga malam hari, serta untuk pengajian ibu-ibu setiap Jumat dan kajian keagamaan mingguan dan bulanan.
Kepadatan penduduk sekitar membuat Masjid Tuha Ulee Kareng tidak mampu menampung jamaah dalam jumlah besar, sehingga salat berjamaah dialihkan ke Masjid Jami' Baitussalihin Ulee Kareng. Meski begitu, banyak warga yang masih singgah untuk beribadah di Masjid Tuha Ulee Kareng yang dilengkapi sajadah, mukena, dan Alquran.
"Kegiatan sehari-harinya ya jadi balai pengajian anak-anak, kadang juga pengajian bagi ibu-ibu di sini dan yang pasti berhubungan dengan kegiatan keagamaan," ujar Saifuddin.
Teungku Saifuddin, pengurus sekaligus Imam Masjid Tuha Ulee Kareng, menjelaskan bahwa bangunan masjid ini masih mempertahankan ciri khasnya meskipun beberapa bagian sudah direnovasi. "Tiang penyangga dan ukiran-ukirannya itu masih asli," katanya.
Kini, masjid ini digunakan sebagai Taman Pendidikan Alquran (TPA) bagi anak-anak dari sore hingga malam hari, serta untuk pengajian ibu-ibu setiap Jumat dan kajian keagamaan mingguan dan bulanan.
Kepadatan penduduk sekitar membuat Masjid Tuha Ulee Kareng tidak mampu menampung jamaah dalam jumlah besar, sehingga salat berjamaah dialihkan ke Masjid Jami' Baitussalihin Ulee Kareng. Meski begitu, banyak warga yang masih singgah untuk beribadah di Masjid Tuha Ulee Kareng yang dilengkapi sajadah, mukena, dan Alquran.
"Kegiatan sehari-harinya ya jadi balai pengajian anak-anak, kadang juga pengajian bagi ibu-ibu di sini dan yang pasti berhubungan dengan kegiatan keagamaan," ujar Saifuddin.
Pada bulan Ramadhan, masjid ini tetap dibuka untuk umum tanpa kegiatan khusus selain keagamaan seperti biasanya.
Rencana pemerintah setempat untuk melakukan renovasi besar sempat ditolak oleh warga Ulee Kareng yang ingin mempertahankan keaslian sejarah masjid. "Warga ingin masjid ini biarlah seperti bentuk awalnya," ucap Saifuddin.
Akses menuju Masjid Tuha Ulee Kareng cukup mudah. Jaraknya dari pusat Kota Banda Aceh sekitar 6 kilometer atau 20 menit perjalanan ke arah Simpang Tujuh Ulee Kareng. Setelah tiba di persimpangan itu, pengunjung hanya perlu berjalan sekitar 100 meter di Jalan Masjid Tuha untuk menemukan masjid yang letaknya persis di belakang SD MIN Ulee Kareng.
Masjid Tuha Ulee Kareng tidak hanya menawarkan keindahan arsitektur kuno, tetapi juga menyimpan sejarah panjang perkembangan Islam di Aceh. Dengan segala pesona dan cerita di baliknya, masjid ini tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya dan religi masyarakat Aceh. [Adv]
Rencana pemerintah setempat untuk melakukan renovasi besar sempat ditolak oleh warga Ulee Kareng yang ingin mempertahankan keaslian sejarah masjid. "Warga ingin masjid ini biarlah seperti bentuk awalnya," ucap Saifuddin.
Akses menuju Masjid Tuha Ulee Kareng cukup mudah. Jaraknya dari pusat Kota Banda Aceh sekitar 6 kilometer atau 20 menit perjalanan ke arah Simpang Tujuh Ulee Kareng. Setelah tiba di persimpangan itu, pengunjung hanya perlu berjalan sekitar 100 meter di Jalan Masjid Tuha untuk menemukan masjid yang letaknya persis di belakang SD MIN Ulee Kareng.
Masjid Tuha Ulee Kareng tidak hanya menawarkan keindahan arsitektur kuno, tetapi juga menyimpan sejarah panjang perkembangan Islam di Aceh. Dengan segala pesona dan cerita di baliknya, masjid ini tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya dan religi masyarakat Aceh. [Adv]
Via
Adv