Konsorsium Pemajuan Kebudayaan Aceh: Membangun Sinergi untuk Meningkatkan Indeks Pembangunan Kebudayaan

BANDA ACEH - Dalam upaya meningkatkan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) Aceh yang saat ini masih berada di bawah rata-rata nasional, Dinas Kebudayaan Aceh bersama Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I Provinsi Aceh membentuk konsorsium pemajuan kebudayaan. 

Bertempat di Hotel Hermes Palace, kegiatan yang berlangsung dari 14 hingga 16 Mei 2024 ini mengusung tema "Maju Bersama Membangun Kebudayaan Aceh" dengan tagline #konsolidasiadalahkunci.

Acara dibuka oleh Pj Sekda Aceh, Azwardi, dan menghadirkan tiga pemateri utama: Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Irini Dewi Wanti, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Almuniza Kamal, dan Kabid Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan SDA Bappeda Aceh, Reza Ferdian.

Dalam sambutannya, Azwardi menekankan pentingnya kebudayaan sebagai entitas yang mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan manusia, mulai dari sosial, ekonomi, hingga politik. "Dengan posisi vital ini, arti penting kebudayaan telah mendapat tempat terhormat dalam diskursus pembangunan nasional Indonesia," ujarnya. 

Azwardi menggarisbawahi bahwa kebudayaan merupakan bagian integral dari cita-cita para pendiri bangsa untuk membentuk masyarakat Indonesia yang memiliki karakter dan kepribadian kuat di bidang budaya.

Azwardi juga meminta Bappeda Aceh untuk memastikan narasi pemajuan kebudayaan Aceh masuk ke dalam kebijakan dan program strategis pembangunan daerah. Dengan IPK Aceh yang saat ini berada di peringkat 22 nasional, ia menekankan perlunya kolaborasi berbagai dinas terkait agar peringkat tersebut dapat ditingkatkan. "Pembangunan dan pemajuan kebudayaan itu bukan hanya menjadi tupoksi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata saja, tapi juga menjadi tanggung jawab dinas-dinas lain," jelasnya.

Almuniza Kamal, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, menyatakan bahwa target optimal konsorsium kebudayaan adalah adanya instruksi gubernur tentang pemajuan kebudayaan Aceh serta pembentukan gugus tugas melalui surat keputusan gubernur. 

Selain itu, ia berharap dokumen perencanaan pemajuan kebudayaan dapat disinkronkan dengan timeline penyusunan RPJMA 2025-2029 di Bappeda Aceh. "Arah baru kebijakan kebudayaan adalah menjadikan kebudayaan sebagai metode untuk menyelenggarakan pembangunan, terutama di Aceh," katanya.

Almuniza juga mengungkapkan bahwa Aceh memiliki 700 karya budaya tak benda yang telah didokumentasikan, dengan 68 di antaranya telah ditetapkan secara nasional. Meskipun IPK Aceh berada di peringkat 22 dengan skor 53,03, ia menyatakan optimisme bahwa konsorsium ini akan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan peringkat tersebut. 

"Konsorsium ini adalah bentuk nyata dari upaya kita bersama untuk meningkatkan IPK Aceh," jelasnya.

Irini Dewi Wanti dari Kemendikbudristek menambahkan bahwa penyusunan IPK melibatkan berbagai dimensi, seperti ekonomi budaya, pendidikan, ketahanan sosial budaya, warisan budaya, ekspresi budaya, budaya literasi, dan gender. 

"Ketika bicara tentang pemajuan kebudayaan, ada tolak ukur seperti IPK yang berfungsi sebagai alat ukur capaian atau rapor untuk menilai sejauh mana kinerja pembangunan kebudayaan Indonesia," katanya.

Konsorsium ini diharapkan mampu memperkuat sinergi antara berbagai pemangku kepentingan di Aceh dalam upaya memajukan kebudayaan. Dengan dukungan dari seluruh pihak, target untuk meningkatkan IPK Aceh dan menempatkannya dalam kelompok peringkat terbaik nasional dapat tercapai. Langkah ini juga diharapkan dapat memberikan landasan yang lebih kuat untuk kebijakan kebudayaan di masa depan. [Adv]
Postingan Lama
Postingan Lebih Baru